Bangsa Indonesia yang sedang berada dalam proses belajar bagaimana hidup di alam demokrasi, masyarakat pada umumnya membutuhkan pemimpin-pemimpin yang menghayati peran dan fungsinya. Pemimpin selalu menjadi fokus dari semua gerakan aktivitas baik dalam aktivitas politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya. Menurut Kartini Kartono, menjelaskan bahwa tentang pentingnya ketertiban, dalam kompleksitas masyarakat, manusia harus hidup bersama dan bekerja sama dalam suasana yang tertib dan terbimbing oleh seorang pemimpin, dalam mencapai tujuan bersama, diperlukan kerja yang kooperatif yang perlu dipandu oleh seorang pemimpin. Jadi selain ketertiban yang perlu juga diperhatikan adalah panutan. Suatu komunitas (daerah) memerlukan panutan, yakni sosok yang dianut, yang dianggap mampu mengayomi dan melindungi komunitasnya, dan dapat diandalkan. Kepemimpinan merupakan suatu hubungan antara pihak yang memiliki pengaruh dengan pihak yang dipengaruhi, dan merupakan suatu kemampuan menggunakan sumber pengaruh secara efektif.
Sebutan politik dalam kepemimpinan politik menunjukkan kepemimpinan berlangsung dalam suprastruktur politik (lembaga-lembaga pemerintahan), dan yang berlangsung dalam infrastruktur politik (partai politik dan organisasi kemasyarakatan)[1]. Pemimpin politik umumnya lebih menggunakan hubungan-hubungan formal dan personal dalam menggerakkan pengikutnya untuk mencapai tujuan tertentu. Konsep kepemimpinan politik merupakan suatu hal yang pokok dalam sistem politik, kerja sama mencapai suatu tujuan. Hal ini menimbulkan beberapa inti yang terkandung dalam kepemimpinan politik itu menyangkut hal kepemimpinan politik ada pengaruh, konteks kepemimpinan politik adalah kelompok, serta adanya unsur pencapaian tujuan.[2]
Kepemimpinan politik tidak hanya terjadi di tingkat pusat, tetapi juga merambah sampai kedaerah baik itu ditingkat provinsi maupun kabupaten / kota. Kabupaten Wajo sebagai salah satu daerah di Indonesia yang menerapkan sistem demokrasi turut pula terjadi dinamika pada kepemimpinan politik kepala daerah pada masa ke masa (periode ke periode). Ketika kepemimpinan politik tersebut dikemas oleh aktor politik dalam bentuk dominasi yang sanggup mempengaruhi orang lain dengan menggunakan atribut kepemimpinannya baik berupa kepercayaan, nilai-nilai, sifat, pengetahuan, dan keterampilan maka akan berdampak pada kepemimpinan politiknya.
H.Andi Asmidin merupakan Purnawiran TNI Angkatan Darat berpangkat kolonel, merupakan kepala daerah Wajo periode 2004-2009. Sebelumnya karir militernya dimulai sejak menamatkan pendidikan militernya di AMI Tk. III tahun 1964, kemudian mengikuti kursus dan pendidikan militer lainnya diantaranya SECAPA 1965, KUMINU ADJ 1966, SUSPEDA ADJ 1973, SISLAPA 1977, TAR DANMIN 1982, SUS FUNGPERS 1083 dan SUS YAWAN ABRI 1987[3]Sedangkan jabatan penting yang telah diraihnya Kardik Dalkar ADJ DAM XIII Merdeka, Karo Hiburan ADJ DAM XIII Merdeka, Karo Milsuk Persmil Inmindam XIII Merdeka, Karo Minspersmil inmindam XIII Merdeka dan I Minscab Rem 141, Kabag minpersmil inmindam XIV Hasanuddin dan lain sebagainya. Riwayat kepangkatan H. Andi Asmidin Pelcapa 1-11-1965, Letda 1-11-1968, Lettu 1-01-1971, Kapten 1-01-1973, Mayor 1-01-1973, Letkol 1-10-1986 dan Kolonel 1-04-1956.
Ini menarik untuk dilihat, kepemimpinan politik kepala daerah di Kabupaten Wajo terlihat kecendrungan perbedaan antara sipil dan militer. Dari kepemimpinan kepala daerah H. Andi Hasanuddin Oddang sampai kepemimpinan sekarang Drs. H. Andi Burhanuddin Unru cenderung didominasi oleh sipil sebanyak (5 kepala daerah terpilih) dan hanya sedikit (3 kepala daerah terpilih) yang berasal dari militer. Perbedaan tersebut dapat dilihat:[4]
1. H. Andi Hasanuddin Oddang periode 1962 s/d 1967 berlatar belakang sipil;
2. H. Andi Unru, periode 1967 s/d 1978 berlatar belakang militer;
3. H. Rustam Effendi, periode 1978 s/d 1988 berlatar belakang militer;
4. Dr. Ir. H. Rady A Gani, periode 1988 s/d 1993 berlatar belakang sipil;
5. Drs. H. Dachlan Maulana Ms periode 1993 s/d 1999 berlatar belakang sipil
6. Drs. H. Naharuddin Tinulu Ms, periode 1999 s/d 2004 berlatar belakang sipil;
7. H. Andi Asmidin, periode 2004 -2009 berlatar belakang militer ; *[5]
8. Drs. H. Andi Burhanuddin Unru, periode 2009 s/d sekarang berlatar belakang sipil.
Kemunculan H. Andi Asmidin yang mewakili militer sangat menarik mengingat di Wajo itu kepala daerahnya cenderung dilatar belakangi oleh sipil, dan setelah tiga kepala daerah terpilih berasal dari sipil ( Rady A. Gani, Dachlan Maulana, dan Naharuddin Tinulu) barulah militer kembali terpilih. Mengingat sejarah di Indonesia beberapa tahun yang lalu, tahun 1999 untuk menetukan siapa presiden pertama yang memulai era reformasi setelah Habibie turun akibat lepasnya Timur – Timur melalui sidang istimewa MPR, satu slogan yang muncul di masyarakat yang trauma rezim Soeharto yang pejabat politiknya dipenuhi orang militer yaitu ”Asal Jangan Tentara” malah slogan semacam ini berbalik di Kabupaten Wajo,memasuki masa reformasi malah kaum militerlah yang terpilih kembali.
H. Andi Asmidin yang mewakili karirnya dibidang pemerintahan sejak di lantik menjadi kepala daerah Kabupaten Wajo pada tanggal 08 Februari 2004 untuk periode 2004 – 2009. Menambah pengalaman hidupnya semakin matang, dinamis, dan kompleks yang membawanya menjadi sosok pemimpin politik yang tangguh dan patut ditaladani. Melalui visinya ”Terwujudnya kesejahteraan masyarakat Wajo yang maju, mandiri, demokratis, beradab, bernafaskan iman dan taqwa serta dengan semangat Yassiwajori” dengan melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan agama, menata kelembagaan dan peranan pemerintah sebagai pengayom masyarakat, serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya pembangunan (alam, teknologi, modal dan sosial).[6] Suami Hj. Andi Weda ini berjuang keras untuk memajukan Kabupaten Wajo kedepannya dengan tanggung jawab penuh memimpin Wajo, memaknai tanggung jawab sebagai seorang aktor yang pernah digembleng di dunia militer dan menjadi kepala daerah yang berdemokratis yang selalu memegang penuh nilai – nilai kelokalan dan budaya lokal Wajo, dimana sangat dipahami sebagai nilai-nilai sosial kultural yang dijadikan oleh masyarakat sebagai patron (pola) dalam melakukan aktivitas keseharian. Demikian penting dan berharganya nilai budaya lokal ini, maka sebagai pemimpin bugis – Wajo apalagi dari kaum bangsawan, suatu strata sosial yang sangat dihargai di Bugis Wajo menjadikan H. Andi Asmidin diharapkan mampu bertindak sebagai seorang bugis Wajo yang harus mematuhi nilai – nilai seorang Bugis – Wajo dalam memimpin. Mengangkat masalah kepemimpinan politik H. Andi Asmidin di Kabupaten Wajo periode 2004 -2009, penulis ingin mengulasnya bagaimana keterkaitan antara latar belakang H. Andi Asmidin sebagai kepala daerah, sebagai seorang militer dan sebagai seorang yang berlatar belakang bugis bangsawan, Ketiga hal tersebut yang menimbulkan rasa ingin tahu penulis, bagaimana gaya kepemimpinan politik H. Andi Asmidin di Kabupaten Wajo periode 2004-2009.
H. Andi Asmidin terbilang banyak melahirkan gebrakan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Wajo baik dalam bidang pemerintahan, pembangunan dan pembinaan masyarakat di Wajo. H. Andi Asmidin bukan hanya pintar dalam menggerakkan kemampuan individualnya, akan tetapi juga mampu menggerakkan atribut sekelilingnya dalam menjalankan kepemimpinan politiknya, hal ini tergantung pada gaya kepemimpinan politik seorang H. Andi Asmidin dalam memimpin Kabupaten Wajo periode 2004 – 2009. Kebijakan politik merupakan seluruh kebijakan baik secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat yang membutuhkan dukungan oleh seluruh komponen masyarakat, terutama kemampuan politik pemimpinnya (political will). Hal ini yang dimiliki Kol. Purn. H. Andi Asmidin kemampuan dalam menjalankan eksistensinya dalam dunia politik, baik secara sebagai kepela daerah, sebagai seorang militer dan seorang bugis bangsawan yang memiliki ciri khas gaya kepemimpinan politik yang tersendiri, dan berusaha memberikan yang terbaik khususnya masyarakat Kabupaten Wajo. Melihat masa kepemimpinan politik H. Andi Asmidin periode 2004 s/d 2009 secara khusus, penulis kemudian tertarik untuk mendeskripsikan kepemimpinan politiknya yang masih kurang tertuang dalam bentuk buku – buku, majalah, artikel dan makalah. Penulis tertarik untuk melakukan kajian tentang ”Kepemimpinan Politik H. Andi Asmidin di Kabupaten Wajo Periode 2004-2009”
Post a Comment