Arus bongkar-muat barang mempunyai peran yang penting untuk dapat dijadikan sebagai salah satu indikator yang mendukung Sulawesi Selatan sebagai katalisator (penghubung) antara Kawasan Timur dan Barat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari volume arus barang yang melalui pelabuhan dan bandara yang ada di Makassar yang berasal dari daerah-daerah timur dan barat yang tidak menjadikan Sulawesi Selatan sebagai daerah tujuan tetapi sebagai tempat persinggahan (transit) yang selanjutnya diteruskan ke daerah tujuan. Barang yang dibongkar ataupun dimuat tidak hanya barang yang diperdagangkan saja melainkan untuk komponen barang rumah tangga (home good) juga termasuk di dalamnya.
Pergerakan arus barang yang melalui Sulawesi Selatan atau menjadikannya sebagai daerah tujuan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor dari dalam saja melainkan juga ada pengaruh dari luar dimana keadaan perekonomian daerah asal dan daerah tujuan barang tersebut turut berperan di dalamnya, dengan melihat tingkat pendapatan domestik regional bruto (PDRB), tingkat populasi, jarak antar derah asal dan daerah tujuan, dan perbedaan endowment (semua bahasa di masing-masing daerah).
Menjadikan Sulawesi Selatan sebagai centralitas pembangunan yang dapat menghubungkan kawasan timur dan barat Indonesia dapat didukung oleh adanya sarana dan prasarana yang memadai. Selama ini pembangunan prasarana dan sarana yang ada di Sulawesi-Selatan telah diupayakan untuk dapat menjangkau ke berbagai daerah. Prasarana yang berperan penting dalam kegiatan perekonomian adalah Bandar Udara dan Pelabuhan, yaitu dalam hal transportasi penumpang dan pergerakan barang dan jasa. Transportasi merupakan sarana ekonomi yang berfungsi untuk menunjang pemindahan sesuatu (manusia, hewan dan barang) dari sutu tempat asal ke tempat tujauan untuk menciptakan kegunaan tempat dan kegunaan waktu (Ruru, 1993).
Pembangunan sub-sektor perhubungan atau transportasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pembangunan ekonomi yang antara lain mencakup aktivitas perdagangan, industri ataupun aktivitas dari sistem transportasi lainnya. Hal ini bertolak dari pandangan para ahli bahwa sektor perhubungan atau transportasi pada umumnya mempunyai korelasi yang positif dengan pembangunan ekonomi, sehingga semakin maju tingkat kegiatan perekonomian suatu negara tuntutan akan kebutuhan jasa perhubungan atau transportasi akan semakin besar pula (Morlok, 1995 : 34; Schumer, 1974 : 1). Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa seiring dengan jalannya pembangunan ekonomi di Sulawesi secara khusus sektor perhubungan akan memainkan peran yang semakin besar dan penting dalam posisinya sebagai faktor penunjang proses pembangunan.
Dalam perencanaan dan pembangunan suatu wilayah, transportasi merupakan salah satu unsur penting dalam menunjang perdagangan antar daerah dan pengembangan ekonomi suatu wilayah. Keterkaitan antar proses transportasi dan pembangunan ekonomi adalah cukup kompleks, kaitan sebab-pengaruh (cause-effect relation) tidak dapat dipisahkan. Sehingga kajian tentang pembangunan sarana transportasi bukan hanya dari dimensi ekonomi dan teknik saja tetapi juga dimensi sosial, kualitas sumber daya manusia, politik, kelembagaan dan antar disiplin, jika pendekatan dan pengajiannya dilakukan secara tepat, maka strategi dan langkah-langkah pengembangannya akan lebih mudah dan terarah (Adisasmita, 1992).
Dalam prakteknya dewasa ini, pemakai angkutan umum tidak hanya berkeinginan untuk dipenuhi kebutuhan perpindahannya, tetapi menghendaki pula ketepatan proses pengangkutannya. Sehingga transportasi dapat merupakan kegiatan produksi karena menciptakan kegunaan yaitu tempat dan waktu. Fungsi dari pada transportasi adalah membawa komoditi/barang dari tempat-tempat di mana marginal utilitynya relatif rendah ke tempat-tempat yang marginal utilitynya relatif tinggi (Bonavia, 2009).
Dari sisi ekonomi fungsi transportasi adalah merangsang pertumbuhan ekonomi, melancarkan dan memudahkan distribusi bahan kebutuhan ke pasar-pasar yang berbeda, memudahkan usaha akumulasi, alat untuk menstabilkan harga, menunjang perluasan pasar, merangsang naiknya nilai tanah di sekitar alur transportasi yang tersedia dan menunjang terciptanya spesialisasi (Rendra, 2002).
Selain itu fungsi transportasi yang lain adalah sebagai sektor penunjang pembangunan (the promotion sector) dan pemberi jasa (the servicing sector) bagi perkembangan ekonomi (the servicing sector) bagi perkembangan ekonomi (Muchtaruddin, 1990), sebab peranan transportasi tidak hanya untuk melancarkan arus barang dan mobilitas manusia saja. Tetapi transportasi juga membantu tercapainya pengalokasian sumber-sumber ekonomi secara optimal.
Bandar Udara Internasional Hasanuddin merupakan Bandar Udara terbesar di Kawasan Timur Indonesia. Begitu pula dengan Pelabuhan Soekarno-Hatta, yang berperan sebagai penghubung kegiatan ekonomi di wilayah kawasan Timur dan Barat Indonesia. Selama beberapa tahun terakhir ini kegiatan di kedua prasarana ini meningkat pesat sejalan dengan peningkatan kegiatan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia dan di Sulawesi Selatan khususnya.
Melihat Sulawesi Selatan adalah sebagai wilayah yang cukup strategis untuk Kawasan Timur Indonesia, apalagi jika dilihat bahwa sarana dan prasarana yang ada di wilayah ini sudah cukup memadai, serta merupakan poros silang perdagangan antara pulau dan luar negeri bagi Kawasan Timur Indonesia bahkan bagi Kawasan Barat Indonesia.
Perekonomian Sulawesi Selatan diprediksi memiliki prospek yang cerah. Indikasi tersebut secara nyata dapat terlihat dari semakin bergairahnya sektor ekonomi dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga berbagai kebutuhan pokok serta berkurangnya gejolak sosial di masyarakat yang sebelumnya banyak dipicu oleh berbagai kesulitan ekonomi.
Dari sisi perdagangan, Sulawesi Selatan merupakan pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal ini mengakibatkan bahwa lalu lintas perdagangan laut dan udara atau lalu lintas pelayaran dari Indonesia Barat ke bagian Timur khususnya Sulawesi Selatan melewati pelabuhan dan bandara Makassar.
Tidak seperti zaman dahulu, sekarang ini jasa transportasi yang tersedia telah mampu melayani dan menunjang seluruh kegiatan manusia. Pertumbuhan fasilitas transportasi memberikan manfaat yang besar terhadap kemakmuran masyarakat suatu daerah maupun peradaban manusia itu sendiri. Manfaat transportasi meliputi berbagai kehidupan dan kegiatan manusia, diantaranya aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek politik.
Untuk aspek ekonomi, kegiatan yang berlangsung yaitu dapat dilihat dari arus keluar-masuknya penumpang dan barang dan jasa. Selain itu dapat juga dilihat dari adanya kelembagaan ekonomi misalnya jasa perbankan, perwakilan perdagangan dan wiraswasta dari luar daerah atau bahkan dari luar negeri yang mendirikan cabang di daerah Sulawesi Selatan.
Dalam penelitian ini, penulis lebih memfokuskan untuk menganalisa aktivitas ekonomi pada arus bongkar-muat yang ada di Pelabuhan Soekarno-Hatta dan Bandar Udara Hasanuddin . Model gravitasi digunakan untuk memprediksi potensi Sulawesi-Selatan menjadi katalisator pembangunan Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Barat Indonesia sebagai sarana penghubung kedua wilayah Indonesia tersebut, sehingga menjadikan Sulawesi-Selatan sebagai centralisasi pembangunan.
Model gravitasi pertama kali digunakan untuk aliran perdagangan internasional oleh Timbergen (1962), yang selanjutnya diikuti oleh banyak peneliti. Dalam konteks ini, peneliti menggunakan arus bongkar muat barang sebagai variable dependen yang merupakan proxy pada perannya sebagai salah satu indikator katalisator. Sedangkan Variabel independentnya meliputi PDRBperkapita KBI yang diwakili oleh provinsi Riau, Jawa Timur (Surabaya) dan DKI Jakarta, PDRBperkapita KTI yang diwakili Manado (Sulawesi Utara), Balikpapan (Kalimantan Timur) dan Papua, PDRBperkapita Sulsel, net trade flowIndonesia dan tingkat inflasi Sulsel.
Dalam model gravitasi, tingkat populasi dan jarak antar daerah dijadikan sebagai variabel independent, namun dalam penelitian ini tidak lagi digunakan, karena peneliti menggunakan PDRB perkapita yang merupakan total pendapatan daerah dibagi dengan jumlah penduduk. Sedangkan jarak tidak dimasukkan karena datanya tidak bervariasi, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan data time series selama lima belas (15) tahun yaitu dari tahun 1995-2009 agar data yang diperoleh bisa signifikan. Tetapi inflasi bisa mencapturenya, di mana jarak diproxikan ke dalam transport cost, yang dapat dilihat dari indeks dan dirata-ratakan yang kemudian bisa diwakili oleh tingkat inflasi.
Untuk melihat hubungan dari hal-hal yang ada pada penjelasan di atas maka penelitian ini di fokuskan pada “Model Gravitasi Arus Barang : Studi Sulawesi Selatan Sebagai Katalisator Pembangunan KTI dan KBI.”
Post a Comment