Latest Post

Linux dan Perintah Teks

Written By Unknown on Tuesday 31 July 2007 | 00:19

Dulu, sebelum saya memakai Linux, dan hanya tahu sedikit-sedikit tentang Linux di majalah, saya mendapati sebuah mitos yang menakutkan, dan saya pun tidak percaya akan mitos tersebut. Mitos tersebut menyebutkan bahwa untuk mengoprek OS Linux, masih menggunakan perintah teks (command line) layaknya OS DOS. Saya pun tidak percaya. Bagaimana mungkin sebuah OS dengan GUI yang begitu menarik (waktu itu saya cuman lihat screenshoot di majalah-majalah komputer ), harus menggunakan perintah teks untuk menjalankan fungsi-fungsi utamanya?
Ketidakpercayaan saya semakin menguat ketika pertama kali menggunakan LiveCD, kesan saya adalah : tidak ada OS yang mampu dijalankan langsung dari CD seperti ini! Tidak mungkin untuk oprekisasi-nya menggunakan perintah teks. Selain sistem LiveCD yang luar biasa, untuk intalasi-pun kita hanya tinggal klik icon "install" yang ada di desktop LiveCD, dan Linux pun dengan mudahnya terinstal di PC kita.
Kepanikan pertama muncul (dan juga munculnya keraguan akan OS ini) ketika OS ini ternyata tidak mampu memutar mp3 (waktu itu saya memakai ubuntu). Setelah utak-atik sana-sini, saya pun benar-benar menyerah. Saya pun tiba-tiba berkeyakinan, bahwa mitos itu memang benar, dan setelah berkonsultasi dengan senior saya, Mas Panji, memang begitulah adanya. Linux adalah terminal, dan menyebut terminal berarti menyebut alat utama Linux. Walau kecewa, saya sudah terlanjur sesumbar bahwa Linux itu mudah, akhirnya mau tidak mau mempelajari perintah-perintah teks yang ada di Linux, yang dijalankan lewat terminal. Dan ternyata ! : SUSAHNYA MINTA AMPUN! Ya!, satu karakter saja kita salah mengetikan perintah teks, maka perintah tidak dikenali (command not found ). Saking susahnya, saya sempat menyerah dan memilih distro yang siap pakai (yaitu Mandriva Linux). Setelah sekian lama ber-Mandriva, saya pun bosan karena hoby utak-utik saya tidak tersalurkan, namun saya pun tidak tahu harus bagaimana. Kebuntuan saya mendapat titik terang ketika majalah Linux andalan saya mengulas proses instalasi program di Linux, mulai dari rpm, dpkg, dan tgz. Saya pun langsung kembali instal ubuntu dan download aplikasi dpkg dari situs debian. Aplikasi yang pertama saya download adalah XMMS dan Beep Media Player, serta gxine. Alangkah gembiranya saya setelah mengetikan perintah sudo dpkg -i di terminal, icon XMMS, BMP, dan gxine muncul di menu application. Dan, kebahagiaan tersebut semakin lengkap ketika BMP dengan lancar memutar Can`t Stop Loving You-nya Van Hallen saat itu.
Keberhasilan ber-command line yang sederhana itu, memulihkan harapan saya dalam ber-Linux dan semakin menambah semangat saya untuk mencari tahu. Dan puncak dari kebahagiaan saya ketika saya mengenal apt-get-nya (dan tahu apa itu repository) ubuntu. Dalam waktu sekejap, apt-get dengan mudahnya menginstal aplikasi yang kita butuhkan.
Jadi, kesimpulannya adalah : tidak bisa dipungkiri bahwa command line adalah salah satu hal yang paling mendasar dalam pengoperasian Linux. Namun, hal itu sama sekali bukan menjadi halangan dalam proses linuxisasi kita, karena ternyata di situlah letak keunggulan Linux (dengan adanya pembagian hak akses root, dan penggunaan command line, yang menyebabkan OS ini aman dari kemungkinan kerusakan oleh user maupun pihak luar).
Untuk melengkapi posting saya kali ini, saya sisipkan beberapa perintah-perintah dasar yang berguna bagi operasi Linux, antara lain :
  1. ls atau dir, untuk mengetahui isi dari suatu direktori (folder).
  2. df -h, untuk mngetahui tabel partisi disk, sisa ruang kosong, drive lain (misal USB Flash dan Cd/DVD rom) dan mengetahui letak mount (letak direktori sebuah drive lain dalam filesystem).
  3. cd, berpindah ke suatu direktori. Contoh : berpindah ke direktori Music dalam folder home anda misalnya, berikan perintah cd Music. Mengetikan perintah cd saja, otomatis akan membawa terminal anda ke home folder (yang merupakan lokasi kerja default terminal).
  4. su, login ke user root (administrator). Untuk distro ubuntu 6.06 ke atas, diganti dengan sistem sudo (tidak perlu proses login dengan su).
  5. cp, meng-copy file. Untuk meng-copy file ke filesystem, diperlukan hak akses root, untuk itu ditambahkan perintah sudo atau su didepannya. Contoh, untuk mengcopy sebuah file gambar ke lokasi penyimpanan wallpapers di filesistem : sudo cp file.jpg /usr/share/wallpapers/
  6. mv, memindahkan file. Untuk memindahkan ke filesistem, caranya persis seperti perintah cp.
  7. rm, menghapus file.
  8. mkdir, membuat sebuah direktori. Untuk membuat direktori di filesistem, tentu di tambah perintah sudo atau su.
  9. rmdir, menghapus direktori.
  10. halt, men-shutdown sistem. Jika diminta hak akses root, tambahkan perintah sudo atau su, tentu saja.
  11. reboot, men-restart sistem.
  12. mount, mengaktifkan sebuah drive agar terbaca oleh linux. Misal untuk mengaktifkan cdrom (yang sering tidak aktif secara otomatis, seperti memasukan VCD) : mount /media/cdrom0
  13. umount, untuk menonaktifkan sebuah drive. Contoh untuk menonaktifkan sebuah USBFD : umount /dev/sda1. Sebagai tambahan, terkadang karena sedang sibuk atau apa saya kurang tahu, proses umount tidak mau jalan, oleh karenanya, saya sering menambahkan hak user root (dengan menambah sudo atau su) dan berhasil dengan lancar.
  14. Untuk intalasi aplikasi, sejauh yang saya ketahui saat ini adalah :
  1. Untuk distro dengan paket rpm (fedora, suse, mandriva), perintahnya adalah : rpm -ivh namapaket.rpm
  2. Untuk distro dengan paket dpkg (debian,ubuntu,xandros,freespire), gunakan dpkg -i namapaket.deb
  3. Untuk distro dengan paket tgz (slackware,zenwalk,slax) gunakan installpkg namapaket.tgz
Trik-trik tambahan (berdasarkan pengalaman saya) :
Untuk mengetahui letak mounting suatu drive, pertama masukan cdrom berisi data-data biasa ( yang akan langsung aktif dan dikenali linux ). Kemudian cari letaknya di filesistem (baik melalui perintah df -h maupun anda cari secara manual di file browser atau konqueror).
Dalam proses instalasi suatu program, karena nama suatu file instaler yang rumit, daripada susah-susah, mendingan anda ketik ls (di dalam direktori tempat menyimpan file instale program), setelah kelihatan nama file-nya, anda copy paste saja. Contoh :

asal@home$ls
abcd-01_0202843974-hshsghsg_egfjhfejhfe_2432.deb (rumit untuk diketik bukan).
Anda copy barisan nama file instaler tersebut (sama seperti anda mengcopy teks dalam proses mengetik, dengan di block, kemudian click kanan dan pilih copy), kemudian pastelah di baris perintah baru (yang anda ketik) :
asal@home$ sudo dpkg -i abcd-01_0202843974-hshsghsg_egfjhfejhfe_2432.deb

Kenapa harus susah-susah? trik ini justru mempermudah, karena anda salah mengetik satu karakter saja, file tidak akan dikenali.
Jika anda tidak punya repository (karena tidak ada jaringan internet ataupun tidak punya repository lokal dalam bentuk cd/dvd) dan terpaksa mendownload sebuah file instaler secara manual, daripada susah-susah mencari masalah ketergantungan (dependency), mana yang sudah ada di sistem anda dan belum, anda download saja file instaler utamanya saja (contoh xmms_q123-akj.deb ). Kemudian anda instal, dan nanti apa-apa dependensi yang belum tersedia di sistem akan kelihatan di terminal. Nah, apa-apa yang muncul di terminal (yang berarti belum tersedia), anda catat dalam kertas, lalu kembalilah ke warnet, dan download secara terpisah (repotnya! :) ).
Jadi, Linux atau tidak merdeka !!, tak ada yang (benar-benar) susah kok ! Salam Linux!

Upgrade Hardware atau Beli Lisensi?

Written By Unknown on Wednesday 18 July 2007 | 13:10

Saat pertama saya menginstal Linux, saya merasa kecewa sekaligus bingung. Kenapa Linux ogah jalan di komputer saya seperti sistem operasi sebelumnya. Setelah berbingung-bingung ria, baru saya tahu, ternyata Linux memang menuntut hardware yang lebih. Untuk bisa menikmati Linux dengan tampilan grafis yang memukau dengan KDE (atau Gnome), kita sebaiknya (seharusnya) menyediakan hardware yang lebih, dalam artian lebih daripada saat kita menggunakan OS windows. Hardware yang paling utama tentu saja prosesor dan RAM. Prosesor cepat, RAM sedikit, jadilah prosesor sesak napas. Begitu juga sebaliknya, walau memang RAM lebih dominan dalam menentukan kinerja PC, dengan asumsi spesifikasi prosesor yang tidak berbeda sangat jauh.


Kembali ke kisah saya, waktu itu saya bermodal PC PIII 500 Mhz, dengan memory 128 MB, bisa dibayangkan bagaimana XWindow semacam KDE bisa bekerja di PC saya? Karena dana yang limited, saya pun nerimo untuk menikmati distro-distro mini semacam DSL, Puppy dan MoviX, yang memang lancar berjalan di PC saya. Setelah tidak tahan untuk menikmati Linux "betulan", saya nekat membeli tambahan RAM sebesar 256 MB, walau dengan cara hutang pada teman, yang kebetulan memiliki bisnis jual-beli hardware komputer. Dengan pede yang tinggi karena bermodalkan RAM 384, saya langsung instal openSuse 10.2. Dan hasilnya? Jalan lancar, tapi tetap saja terasa berat, terutama untuk membuka aplikasi semacam yast. Saya pun tidak putus asa, cari-cari distro lain dan akhirnya menemukan Mandriva One 2007, yang ternyata cukup ramah dan wes hewez hewes di PC saya. Walaupun begitu, saat menginstal Mandriva 2007, saya harus rela mengusung CPU ke kost teman yang berjarak sekitar 500 meter, dengan jalan kaki, untuk meminjam monitor, karena apa? Ternyata monitor 'antik' saya tidak mampu menampilkan resolusi default Mandriva Linux yang di set ke 1024x768, sementara monitor saya hanya sanggup menampilkan 800x600. Sungguh usaha yang cukup berat, tapi saya sedikit pun sudah tidak peduli. Yang penting, saya bisa memakai dam belajar. Linux .


Apa Inti dari Pembahasan Saya Kali Ini?

Tidak bisa dipungkiri, Linux memang menuntut hardware yang lebih. Katakanlah untuk RAM, ukuran sebesar 256 sangatlah minim untuk menjalankan GUI Linux semacam KDE. Belum lagi kalau kita ingin mempercantik tampilan dengan ini - itu, berarti butuh vga yang lebih pula, dan tentu saja RAM. Lalu, gimana dong? Begini, kita harus menyusun sebuah perbandingan dan prioritas. Katakanlah anda ingin memakai Linux, dan PC anda sekarang ber-RAM 256. Untuk menjalankan Linux dengan semlencer, upgrade ke 512 adalah pilihan sangat bijak. Jadi, berapa biaya tukar-tambah RAM 256 ke 512? Mungkin sekitar 300 ribu ke bawah, murah sekali kan?


Kok murah?


Ya, karena jika kita mau memprioritaskan penggunaan komputer secara legal dan tidak melanggar aturan-aturan HaKi, maka menggunakan Linux adalah satu-satunya pilihan. Dan untuk itu, kita harus upgrade hardware dan menghabiskan sekitar 200-300 ribu rupiah, sementara Linux-nya sendiri, gratis tiss tiss! Bayangkan jika anda tidak mau upgrade hardware dan memilih membeli lisensi OS propietary windows, berapa duitkah itu? Sungguh, saya tidak tahu yang sebenarnya harga lisensi windows asli. Konon, menurut legenda yang ada di majalah, harganya mencapai 2 jutaan rupiah lebih, itupun hanya satu biji lisensi. Jadi, Linux butuh 200 ribuan perak, sementara windows butuh Rp 0,002 miliar, fantastis bukan?


Kesimpulannya adalah.....?!!

LEBIH BAIK, DAN SANGAT TERAMAT BEGITU JAUH LEBIH MURAH SEKALI UNTUK UPGRADE HARDWARE, DARIPADA HARUS BELI LISENSI OS KOMERSIAL WINDOWS.
Tetapi, seperti yang ada di profile saya, bagi anda yang mempunyai uang lebih, membeli OS propietary sama sekali tidak melanggar apapun, dan itu hak anda sepenuhnya. Tapi kalau menurut saya, daripada ngabisin uang buat membeli lisensi, mendingan uang itu saya belikan RAM 2 GB, HardDisk 1 TB, VGA 512, dan QuadCore, plus koneksi internet. Sementara OS-nya? Penguin dong.... Ih, penguin, lucu sekali.... Saya pengin ternak penguin ini... Siapa mau invest?8P

Salam Linux!

Komunitas Linux dan Fanatisme

Setelah beberapa waktu ini saya begitu concern dan interest dengan Linux, ada sebuah perasaan yang senang, yang terbersit di hati ini. Sebenarnya lebih kepada perasaan sentimentil yang cukup berlebihan, mengingat apa yang saya sedang saya saat ini akrabi adalah menyangkut bidang TI. Ternyata sentimentalisme tidak hanya ada di dunia sastra, perfileman, sandiwara, ataupun filsafat. Dalam bidang TI-pun ada sentimentalisme. Perasaan yang muncul dalam diri saya sebenarnya lebih karena terpengaruh oleh komunitas, yang begitu banyak, dengan bentuk dan kecenderungannya masing-masing. Namun, dari semua itu, ada kecenderungan terbesar yang saya dapat : isu mengenai Linux dan (melawan) sistem operasi propietary (microsoft). Ketika saya googling gambar, dan saya masukan keyword "Tux", saya sungguh terperangah, gambar hasil kreasi pengguna Linux di seluruh dunia muncul, dan banyak dari gambar tersebut cukup 'vulgar', walau tentu saja digambarkan dengan gaya humoris. Ada Tux membawa bazooka menembak logo windows xp di padang bliss, ada Tux menyedot susu kotak bermerek windows xp, dan bahkan ada gambar Tux yang menginjak sang Bill Gates dengan wajah yang marah. Wow, ternyata Linux menumbuhkan sebuah fanatisme dalam dunia TI : Ideologi Open Source dan perang melawan sistem propietary.
Fanatisme ini, seberapa pastinya, sungguh merupakan hal yang tak pernah terbersit di dalam benak Linus Torvalds, waktu pertama menulis kernel Linux. Dalam suatu kesempatan bahkan dengan cukup terkejut Linus mengungkapkan bahwa : kehadiran Linux sama sekali bukan untuk menghancurkan (microsoft) windows, semua isu yang tentang fanatisme yang ada, adalah efek samping dari semua ini. Ya, saya setuju dengan prinsip sang bapak Linux, namun saya juga bisa ikut merasakan semangat dan emosi para komunitas Linux di seluruh dunia, dari poster dan gambar-gambar yang mereka buat. Memang, suka atau tidak, sebuah gerakan sosial, yang bertujuan membantu kesejahteraan manusia, akan berujung pada heroisme, dan akan menemukan oposisinya sendiri, sesuatu yang berlawanan. Tapi, walau bagaimana pun, saya sangat senang dengan inovasi-inovasi para pengguna, programmer, dan penggerak Linux di seluruh dunia, tidak peduli mereka membawanya dengan gaya FanAtic, professional, atau biasa-biasa saja. Apapun yang terjadi, Linux adalah sesuatu yang selalu menarik untuk dikaji, dipelajari, kemudian dibagikan kepada orang lain apa-apa yang sudah kita dapatkan.

Linux : Rockin Jeahh!!


Linux dan Musik Rock? Apa hubungannya? Beberapa tahun yang lalu, ketika saya masih SMP, musik Rock begitu membuat saya tergila-gila dan bahkan waktu itu (dengan jiwa ABG saya), saya menganggap musik Rock sebagai semacam ideologi yang luar biasa, yang tak kalah hebat dengan ideologi demokrasi liberal, sosialis, ataupun ideoleogi lain di dunia ini. Lirik-lirik dalam musik Rock benar-benar membuat saya menemukan seperti apa diri saya yang sebenarnya : tidak banyak tingkah, berkepribadian kuat, dan tak ada kosakata menyerah dalam kamus kehidupan ini. Katakanlah lagu seperti One, And Justice For All, Wherever I May Roam, dan The Unforgiven-nya Metallica; Another Day, Surrounded dan Mirror-nya Dream Theater, kemudian Wild World, dan To Be With You-nya Mr.Big, benar-benar membuat saya tergila-gila dan terkagum-kagum, ternyata ada sebuah musik yang benar-benar membawa sebuah folosofi yang sangat mendalam : hidup adalah berbagi dengan orang lain, menjadi diri sendiri, percaya kepada Tuhan, dan jangan pernah berpikir untuk menjadi orang yang jahat dengan bersikap serakah . Musik yang tidak hanya menyuarakan kata-kata tanpa makna dan tujuan, musik yang sangat menggugah perasaan saya, yang membuat jiwa saya terbakar berapi-api, dan merasa sebagai orang paling tegar di dunia ini.
Waktu terus berlalu, begitu juga dengan umur saya yang semakin bertambah, dan secara tidak sadar, apa yang ada dalam diri saya pun berubah. Inspirator luar biasa saya, musik rock, lambat laun ikut menyesuaikan diri dengan keadaan saya, dalam artian saya sudah tidak terlalu perhatian yang berlebihan dengan musik rock, walaupun masih sangat suka hingga saat ini. Di saat saya sudah merasa cukup mapan dan nyaman dengan diri saya sendiri, tiba-tiba di bangku kuliah saya menemukan sesuatu yang baru, yang mempunyai semangat luar biasa, sama seperti ketika pertama saya mengenal musik rock : Linux. Saya sungguh sangat terkejut dan juga kagum, ternyata ada komunitas sosial yang luar biasa besar di dunia ini, yang bergerak di bidang tehnologi informasi, yaitu Linux. Yang membuat saya semakin terperangah, komunitas tersebut juga mengusung filosofi dan bahkan ideologi yang luar biasa, yang ternyata sejiwa dengan filosofi musik rock : semangat berbagi dengan sesama. Linux, yang lahir dari tangan seorang mahasiswa luar biasa, Linus Torvalds, adalah sebuah sistem operasi yang diciptakan dengan semangat yang tulus, untuk bebas digunakan oleh siapapun yang membutuhkan, serta bebas untuk memodifikasinya (memperbaiki, menyempurnakan atau mengcustomize). Alih-alih repot-repot mengurus HaKi, Linus justru menyebarkan Linux dengan sistem lisensi GPL. Dengan pondasi itulah, pada akhirnya Linux berhasil mengundang programmer dari seluruh dunia untuk berkontribusi di dalam pengembangannya, dengan sukarela.
Jadi, jelas sekali ada kesamaan antara Linux dan rock, atau bisa dikatakan dengan bahasa yang lebih enak : Linux Rockin Jeahh!
Untuk lebih menghayati betapa nge-rock-nya Linux, saya sisipkan lirik Another Day milik Dream Theater, salah satu lagu wajib yang sangat menginspirasi saya :

Another Day


Live another day
Climb a little higher
Find another reason to stay
Ashes in your hands
Mercy in your eyes
If you're searching for a silent sky...

You won't find it here
Look another way
You won't find it here
So die another day

The coldness of his words
The message in his silence,
'Face the candle to the wind...'
This distance in my voice
Isn't leaving you a choice
So if you're looking for a time to run away...

You won't find it here
Look another way
You won't find it here
So try another day

They took pictures of our dreams
Ran to hide behind the stairs
And said maybe when it's right for you, they'll fall
But if they don't come down
Resist the need to pull them in
And throw them away
Better to save the mystery
Than surrender to the secret

You won't find it here
Look another way
You won't find it here
So try another day
Tak ada kata menyerah, tak ada alasan untuk tidak berbagi, dan tak ada alasan untuk menjadi jahat, Salam Linux..... woow jeaaaaaaaaaaaaaaah...........

Linux dan HaKi

Written By Unknown on Tuesday 17 July 2007 | 16:58

Selama ini, kita mungkin begitu "dienakan" dengan "kenyamanan-kenyamanan" yang disediakan oleh banyaknya software-software propietary "gratisan". Selama ini juga kita dengan bebas dan leluasa menggunakan dan memanfaatkan software propietary "gratis" tersebut, untuk semua kegiatan kita. Semua itu telah membuat kita merasa sangat bergantung pada software propietary yang kita dapatkan dengan gratis itu. Kita sangat terbiasa dengan sosftware-software itu, dan seolah-olah tidak akan mampu bekerja (dengan baik) tanpa software-software propietary tercinta.
Namun, jaman telah berubah, tren pun berubah. Mungkin, pada skala kecil ( alias home user ), penggunaan software propietary "free" tidak akan menimbulkan masalah, paling tidak untuk jangka waktu saat ini, di Indoenesia. Pada skala yang lebih besar pun ( instansi swasta maupun pemerintah ), kalau mau nekat dan "tidak perduli", untuk jangka waktu pendek, penggunaan 'free propietary software' juga aman-aman saja. Tentu saja dengan kontrol yang "penuh" dan selalu siap siaga.
Sadar atau tidak, menurut data yang ada, Indonesia berada dalam peringkat yang membanggakan dalam jumlah penggunaan software gratis ( pengkasaran dari istilah bajakan atau ilegal ), yaitu peringkat 2 dunia, wow! Mau tidak mau, para penyedia software propietary harus menyelamatkan aset mereka di Indoesia, sebagai pasar yang sangat besar. Sweeping pun dilakukan. Beberapa waktu yang lalu, isu mengenai sweeping Microsoft dari instansi satu ke instansi lain, dan dari kota satu ke kota lain, tersebar begitu gencar. Warnet, rental komputer, dan juga service-service komputer "rumah tangga" keteteran. Bagai tikus yang di awasi kucing, mereka kalang kabut kesana-kemari, dan dengan serentak tidak berani membuka usaha "mandiri"nya untuk beberapa waktu, sebagian ada yang nekat, walau dengan jalur "underground". Begitu pun dengan instansi pemerintah, yang pada akhirnya aman-aman saja (karena dibantu oleh bakat luar biasa instansi pemerintah dalam "negosiasi"). Entah benar-benar terjadi atau tidak (sebagian rental ada yang tertangkap), kejadian itu sungguh menggelitik dan menggugah perasaan kita semua. Ada apa dengan Indonesia, masalah komputerisasi, dan HaKi?
Selidik punya selidik, ternyata kesadaran akan HaKi di Indonesia sangat rendah. Bahkan dalam konteks riil, ternyata begitu banyak pengguna komputer di negeri ini, yang sama sekali tidak tahu menahu tentang software propietary, HaKi, dan pelanggaran-pelanggarannya. Bagi mereka, apa yang ada adalah legal dan tidak ada masalah sedikit pun. Yang sangat menggemaskan, ketidaktahuan ini pun tidak hanya ada pada masyarakat umum. Beratus-ratus intansi (atau beribu, saya tidak tahu) pemerintah, yang tidak tahu (bukan tidak sadar), mengenai apa itu sistem propietary, HaKi dan pelanggaran HaKi. Bagi mereka, sistem komputer (windows --red) yang selama in di kenal, adalah 100 % legal, dan tak ada masalah. Boro-boro tahu tentang OSS, banyak pengguna komputer Indonesia yang hanya mengerti bahwa software komputer hanya windows itulah. Selain kenyataan hebat itu, pengguna komputer yang paham dan sadar, bukan tidak bermaksud atau ingin memakai software "gratisan", tapi memang faktor ekonomi yang tidak memungkinkan. Daya beli masyarakat kita yang sangat rendah, adalah sangat tidak mungkin untuk menjangkau sistem operasi propietary legal dan resmi, dimana kita tahu, harga sebuah lisensi sistem propietary adalah setinggi langit.
Jadi, permasalahan HaKi di Indonesia adalah sangat complicated, dan mencari jalan keluar adalah tidak mudah. Jika ada yang berangan-angan untuk membasmi habis pembajakan sistem propietary, maka berani saya katakan, itu adalah angan-angan kosong dan tidak mungkin terjadi. Solusi yang mesti kita pikirkan adalah : apakah ada sistem yang bebas untuk digunakan dalam bidang tehnologi informasi, yang bisa digunakan dengan legal dan resmi, yang berguna bagi masyarakat kita? Dan jawabannya adalah ada, bahkan semenjak lebih dari 17 tahun silam. Gerakan open source dan free software foundation, yang dipelopori Richard Matthew Stallman, telah ada sejak lama, dengan sistem Gnu-nya. Selain itu, momment puncak gerakan open source, dengan lahirnya sistem operasi Linux yang ajaib (yang dibidani oleh Linus Torvalds), telah membuka kesempatan seluas-luasnya untuk pemanfaatan tehnologi informasi yang bebas guna, dan bebas bayar lisensi.
Setelah sekian lama, gerakan open source dengan Linux-nya, berkembang begitu pesat. Dengan dibangun oleh jutaan programmer di seluruh dunia dengan ikhlas dan sukarela, sistem open source mengalami perkembangan yang luar biasa. Namun, bagaimana dengan implementasinya? Terutama di Indonesia? Lambat! itu jawaban yang pasti, namun tidak perlu kita salahkan siapapun. Linux dan HaKi, bagaim keping mata uang, adalah hal yang tak terpisahkan. Di mana kita bicara HaKi dalam bidang TI, kita akan dibawa ke Linux, karena hanya Linux-lah(dengan keluargamya), sistem operasi yang bebas untuk digunakan, atau dengan kata lain, kita tak perlu khawatir untuk tersandung masalah Haki dalam penggunaannya. Lalu, bagaimana dengan nasib Indonesia? Kita tak perlu berkecil hati atau menyalahkan keadaan. Yang perlu kita lakukan sekarang, adalah bagaimana menyebarkan sistem open source, dan membiasakan penggunaan dan pemanfaatnya, walau kita tahu mengubah kebiasaan sangat sulit. Oleh karena itu, sosialisasi penggunaan OSS, seyogyanya (dan seharusnya) harus dimulai dari tingkat yang sangat mendasar. Pelajar, anak-anak dan masyarakat umum lain, harus dibiasakan untuk memanfaatkan sistem operasi open source, yang merupakan "satu-satunya" solusi bagi permasalahan TI dan HaKi di Indonesia.
Jadi? Siapkah anda (dan saya sendiri) untuk menjadi pasukan di antara barisan gerakan open source, untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat manusia?!
Salam Linux!

Linux Sistem Operasi Paling Universal?

Written By Unknown on Friday 13 July 2007 | 11:44

Selama ini, mungkin kita hanya akrab dengan sistem operasi bernama windows, kemudian Linux dan mungkin Mac OS. Namun ternyata, ada begitu banyak sistem operasi yang berhasil di ciptakan oleh para programer komputer. Ada Solaris, OS/2, Universal, BSD, BeOS, UNIX, DOS.
Lalu apa hubungannya dengan Linux?
Setiap sistem operasi tersebut, memiliki filesystem sendiri-sendiri. Taruhlah FAT 32 dan NTFS untuk windows; ext2, ext3 dan reiserfs; serta HFS untuk Mac OS. Dengan filesytem berbeda-beda, tentulah jika OS-OS tersebut diinstalasi dalam satu PC, tidak akan saling kompatibel. Logikanya seperti itu, namun ternyata tidak bagi Linux. Dengan pengembang berasal dari programer di seluruh dunia, Linux terus mengalami kemajuan, termasuk dalam hal kompatibilitas terhadap filesystem-filesystem non-linux. Jadi, jika anda ingin menginstalasi lebih dari satu sistem operasi di komputer anda, mau tidak mau anda pun harus menginstalasi Linux, karena Linux disini akan bertugas sebagai "manajer" bagi PC tersebut. Artinya, anda dapat boot ke masing-masing OS yang terinstal dalam satu PC, dengan "perantara" Linux Boot Loader (Grub atau LiLo).
Bagaimana Impelementasinya?
Kali ini kita akan membahas Mac OS, kenapa? Karena OS yang dulunya bersifat "exlusive" ini kini dapat berjalan pada arsitektur x86 Intel, atau dapat di instal di PC anda di rumah.
Untuk dapat menjalankan tiga OS (misal windows, Mac dan Linux), kita harus bisa memahami karakter ketiganya.
Mana yang lebih kompatibel dan mana yang "istimewa". Karena Linux adalah yang paling kompatibel, maka dia akan diintalasi pada urutan paling akhir. Di sini, sistem yang harus diutamakan adalah Mac OS, lalu windows dan Linux. Jadi, pertama instal Mac, lalu windows dan terakhir Linux. Bagaimana caranya? Pertama, setelah Mac terinstal, melalui Mac, buat partisi baru yang cukup untuk menampung windows dan Linux. Setelah itu, partisi tersebut akan dikenali sebagai "unknown atau unpartitioned" oleh windows, dan tinggal delete-create, jadilah windows terinstal. Terakhir, instal Linux, dan gunakan pilihan "gunakan ruang sisa terbesar pada hardisk" pada saat instalasi Linux, dan jadilah ke3 OS berjalan di PC bersama-sama.
Apa cara di atas bisa berhasil? Sayang sekali, saya sendiri belum pernah mencoba, karena faktor keterbatasan hardware. Dan cara di atas hanya logika dari apa yang saya pahami dalam Linux.
Walaupun begitu, bagi anda yang berjiwa "eksperimental" tinggi, dan memiliki hardware mencukupi, sangat menarik untuk bereksperimen mengenai hal tersebut.
Kesimpulannya? Gunakan Linux! (walau cuma jadi OS pendamping)
Salam!!

Linux Bukan Sekedar Soal Kebiasaan

Ada beberapa pengguna Linux yang sudah mahir, menunjukan sikap yang kurang terpuji dan bahkan terkesan sombong. Bagi mereka, seolah-olah mereka telah menjadi pengguna komputer paling pintar di dunia, padahal, mereka hanyalah pengguna komputer biasa seperti pengguna komputer lain. Memang, Linux bukan sekedar kebiasaan. Artinya, kita tidak bisa dengan enteng mengatakan bahwa banyaknya kesulitan yang dihadapi pengguna baru Linux, bukan semata faktor ketidakbiasaan mereka dalam Linux, tetapi memang disebabkan perlunya "manualisasi" dalam Linux, dimana hal tersebut sama sekali tidak perlu dilakukan di windows. Kembali ke tema awal, pengguna mahir Linux itu dengan enteng meremehkan pengguna-pengguna baru Linux, dan menganggap pengguna-pengguna baru sebagai "orang bodoh", sungguh hal yang sangat tidak pantas sekali ditunjukan oleh pengguna sistem operasi komunitas ini. Sepantasnya, dan seharusnya, pengguna-pengguna profesional dapat memberikan semangat bagi para pengguna baru, yang setiap saat menghadapi masalah dalam "oprekisasi" Linux mereka. Namun, kita memang tidak bisa protes, atau berharap banyak, karena sebagai sistem operasi berbasis komunitas, kita harus berusaha mandiri, dan kalaupun mendapat respon yang kurang enak dari pengguna profesional, harus bersabar dan tidak perlu berkecil hati. Salam Linux dan jangan pernah menyerah!!!

Kenapa Linux ( Seolah-Olah ) Dibuat Sulit?

Written By Unknown on Saturday 7 July 2007 | 12:12

Ketika kita pertama menginstal Linux di komputer kita, kita mungkin akan merasa (sedikit) dongkol, kenapa? ya, ternyata Linux secara default tidak bisa memutar mp3. Loh? Kok bisa?
Linux, yang lahir dan kemudian dikembangkan dengan prinsip open source, mencoba untuk menerapkan prinsip tersebut dalam segala hal, artinya, apapun yang terkandung di dalam Linux, diharapkan bermuatan dan mempunyai sifat open source dan free, dimana kemungkinan untuk tersandung masalah HaKi tidak terjadi di kemudian hari.
Lalu apa hubungannya?
Mungkin kita tidak sadar, bahwa format semacam mp3 adalah format yang dibuat untuk pendistribusian musik secara resmi, dan otomatis, mp3 yang bertebaran diseluruh dunia, pada hakikatnya adalah legal, dalam artian, dijual oleh pihak yang memiliki izin untuk melakukannya (seperti apple dengan penjualan mp3 online iTunes).
Walaupun demikian, era digital selain memudahkan dalam segala hal, tidak bisa dipungkiri telah mempermudah kegiatan penyalahgunaan hak cipta, sehingga banyak pihak yang dirugikan. Tidak terkecuali dengan mp3. Begitu banyak mp3 ilegal bertebaran di seluruh dunia, dan otomatis hal tersebut akan mematikan industri musik.
Karena di bangun dengan prinsip open source oleh komunitas di seluruh dunia, Linux tentulah tidak mau dijadikan kambing hitam, dengan dituduh sebagai pemicu kegiatan pembajakan hak cipta dalam industri musik. Jadi, dengan pertimbangan itulah, banyak pengembang distro, tidak menyertakan secara default codec multimedia yang komersial seperti mp3 tersebut. Jika memang user membutuhkan, maka codec tersebut tersedia bebas untuk didownload dan digunakan sendiri, dengan konsekuensi dan tanggung jawab user.
Jadi, kita harus maklum, kenapa Linux (seolah-olah) di buat susah, hal itu tak lain karena semangat open source itu sendiri.

Apa Yang Paling Menyulitkan Di Linux?

Written By Unknown on Sunday 1 July 2007 | 05:52

Sebagai sebuah sistem operasi yang baru ngetop, tentu saja di kalangan pengguna pemulanya sering mengalami trouble. Trouble tersebut memang tidak serta-merta karena ketidakbiasaan, tetapi karena memang kita harus sangat cermat di dalam mengamati dan mengikuti setiap instruksi yang ada dalam Linux.


Di satu sisi, sistem Live Linux dengan installe GUI-nya, merupakan sebuah keajaiban bagi pengguna komputer pemula ( kalau kita bandingkan dengan installer windows yang hanya layar biru-biru dan tulisan antah berantah yang pasti membingungkan bagi pengguna awam ). Dalam installer Linux tersebut, tinggal klik next dan next, lalu abrakadabra, jadilah Linux ngendon di komputer kita. Masalahnya adalah, hampir sebagian besar pengguna komputer kita, masih teramat sayang untuk menceraikan windows dari komputer mereka, dan penginnya, memadukannya dengan Linux agar enak dipakai sesuai kebutuhan.


Nah, disinilah masalah paling fundamental. Sering kali pengguna awam kurang paham pada saat proses instalasi Linux, dimana pada setting default biasanya akan menghapus data yang ada di komputer (dalam hal ini data yang dimaksud adalah windows dan dokumen2nya). Oleh karenya, kita harus cermat dalam tahap instalasi yang satu ini.


Biasanya, ada tiga pilihan dalam proses instalasi Linux pada bagian pemartisian hard disk untuk digunakan secara bersama dengan windows, yaitu :
  1. Menggunakan ruang sisa dari partisi terbesar yang ada di komputer kita (misal partisi C:, atau mungkin D:, atau E:, tergantung yang paling besar sisa ruangnya). Di sinilah pengguna awam sering kurang paham. Pada pilihan ini, kita disuguhi pembagian ruang sisa hardisk kosong, dimana kita bebas untuk mengatur, berapa ruang kosong dipakai, dan tersisa setelah instalasi Linux. Jika partisi yang dipakai adalah C: (system), dan kita mengalokasikan sisa ruang kosong terlalu sedikit, maka system windows kemungkinan besar akan rusak. Jadi, misalkan partisi yang akan dipakai Linux adalah C (misal dalam Linux terbaca hda1), dan ukurannya misalkan saja adalah 20 GB, dan kita tahu bahwa partisi tersebut sudah terpakai 15 GB, maka pada saat pengalokasian ruang sisa kosong, harus disisakan 15 GB atau lebih, agar data windows tidak terhapus.
  2. Menggunakan seluruh hardisk dan menghapus semua data yang ada. Ini adalah cara yang sangat praktis, namun jika anda memang sudah 100 % ingin menggunakan Linux setiap hari tanpa kurang suatu apapun jua.
  3. Pemartisian manual. Adalah cara yang lumayan butuh ketelitian. Manual pemartisian pada setiap distro berbeda, tapi pada dasarnya kita disuruh untuk : (1) menunjuk suatu partisi untuk digunakan sebagai root filesystem ( / ); dan (2) menunjuk suatu partisi untuk digunakan sebagai memory virtual ( swap ). Jadi, jika kita sudah punya partisi yang sudah siap untuk dipakai, tinggal alokasikan satu partisi untuk root filesystem dan satunya lagi untuk swap. Yang perlu diperhatikan adalah, tiap distro membutuhkan alokasi partisi yang berbeda-beda untuk menyimpan root filesystemnya (misal mandriva butuh 5 GB, dan ubuntu butuh 2 GB ). Untuk swap, alokasi minimal biasanya 256 MB, tapi semakin besar, tentu semakin baik. Kalau kita kesulitan dengan cara-cara tersebut, kita bisa menunjuk partisi-partisi tertentu pada PC kita yang memang sudah kita siapkan untuk Linux, lalu kita delete partisi-partisi tersebut, kemudian create (dan otomatis diformat untuk sistem Linux).
Yang perlu juga kita ketahui, kalau di windows kita sudah terbiasa dengan filesystem FAT32 dan NTFS. Maka di Linux kita akan mengenal ext2, reiserfs dan ext3. Lalu mana yang terbaik. Seperti FAT pada windows, ext2 merupakan filesystem model lama Linux, menawarkan kecepatan akses. Reiserfs dan ext3 merupakan filesystem yang lebih baru (ext3 yang terbaru), menawarkan kesetabilan dan fitur-fitur berguna lainnya, tapi akan terasa lambat jika diakses dengan PC tua. Pada beberapa distro, pada saat proses instalasi terdapat pilihan filesystem apa yang akan kita gunakan. Jika kita menggunakan PC tua ( sepertu PII, PIII, AMD k6, AMD 700), maka lebih bijak jika menggunakan ext2, karena akan lebih cepat dan reaktif.


Jadi, seperti yang diungkapkan diatas, telitilah dan jangan malas untuk membaca wizard yang ada di Linux, dan jangan takut, sebagaian besar distro sudah menawarkan bahasa Indonesia pada saat instalasi, jadi... Let`s Action...

Di Mana Kita Bisa Mendapatkan Linux?

Sudah tertarik, sudah yakin, sudah penasaran, terus dimana kita bisa dapet Linux? Pertanyaan mendasar, tapi memang gitu. Kalau windows (lagi-lagi saya membandingkannya dengan windows,karena hanya windows-lah, sistem operasi yang dikenal oleh seluruh pengguna komputer di dunia ini), kita kan tinggal beli di dealer Microsoft, atau pesan... Tapi kalau Linux?
Cara paling mudah mendapatkan Linux adalah :
  1. Kalau kita punya koneksi internet super, tinggal download file iso di website masing-masing distro (misal : mandriva.com; ubuntu.com; dan lainnya). Setelah file iso kita dapatkan, tinggal burn image pakai software burning ( seperti Nero ). Jadilah kita mendapatkan CD Linux.
  2. Kalau cara nomer satu mustahil ( karena ga punya sambungan internet ), cara termudah kedua adalah beli majalah komputer yang khusus membahas Linux ( di Indonesia sudah ada majalah bulanan Linux yang sangat bagus dan keren, dan sudah jadi rujukan para pengguna Linux di Indonesia dan juga di luar Indonesia ). Di setiap edisi majalah tersebut, pasti ada bonus DVD yang berisi distro-distro Linux besar dunia ( dan juga distro-distro lokal ). Biasanya, DVD sudah bootable untuk di boot ke Linux Live atau Linux installer. Selain itu, DVD juga berisi file-file iso distro-distro lain, atau versi lain dari distro yang sedang disertakan ( misalnya : ubuntu dengan kubuntu dan xubuntu-nya, mandriva dengan mandriva one-nya). Jadi, cara yang kedua ini ( menurut saya ) adalah cara termudah dan termurah, karena harga majalah tersebut memang sangat terjangkau. Kalaupun nggak punya duit, kita tinggal pinjam atau ngopy dari teman yang beli majalah tersebut.
  3. Cara ketiga, googling dan carilah komunitas atau perseorangan yang menyediakan dan menjual distro-distro Linux. Kita hanya disuruh bayar biaya copy CD dan biaya transfer barang saja, kok!
  4. Cara keempat, biasanya, ada sebagian distro besar yang memberi kesempatan pada kita, buat memesan secara gratis distro milik mereka ( misal : ubuntu, kita bisa memesan gratis di link : shipit.ubuntu.com atau kita masuk aja ke ubuntu.com, disitu ada form untuk pesan gratis ubuntu, kubuntu, edubuntu atau xubuntu ).
  5. Cara kelima, cari rental-rental persewaan CD ( yang komplit ), InsyaAllah tersedia berbagai distro, walau kadang versinya kurang up to date.
  6. Cara keenam, di tempat-tempat penjualan CD bajakan ( saya tidak membahas masalah penjualan CD bajakannya ), di jual juga CD/DVD Linux, dengan harga yang murah tentunya.
  7. Cara terakhir, jika anda mempunyai teman, atau kenalan yang sering atau kadang-kadang ngobrol masalah Linux, jangan sungkan-sungkan, tanya saja, karena biasanya, mereka punya koleksi distro yang lumayan.
Jadi, apa lagi yang kita tunggu, cepat bergegas dan marilah nge-Tux bareng-bareng!!!
Salam Linux.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Turorial Grapich Design and Blog Design - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger