BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Efektivitas setiap institusi atau organisasi sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia yang menjadi anggotanya. Manusia merupakan sumberdaya yang pertama dan utama bagi setiap organisasi, yang memiliki keunikan persepsi, kepribadian dan pengalaman hidup. Manusia berbeda latar belakang kehidupan social budaya, ekonomi, dan politik serta kepercayaan dan nilai-nilai yang dianutnya. Kemampuan individu dalam meningkatkan efektivitas kerja di suatu organisasi bukan persoalan yang ringan. Manajer suatu organisasi harus memandang masing-masing karyawan atau anggota sebagai sosok yang memiliki kepribadian, perilaku yang unik dan persepsi yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Hubungan antara individu dan kelompok dalam suatu organisasi menciptakan harapan bagi perilaku individu. Harapan ini diwujudkan dengan memotivasi peran-peran tertentu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan bersama. Beberapa orang harus memainkan peran pemimpin, sementara lainnya sebagai pengikut. Ada Top Manajer, menejer mengengah dan bawahan yang harus dimainkan sesuai porsi dan tanggungjawabnya. Organisasi memiliki sistem kewenangan, status dan kekuasaan, sementara manusia dalam organisasi mempunyai beragam kebuuthan yang diharapkan dapat terpenuhi melalui organisasi. Kelompok di dalam organisasi juga mempunyai pengaruh yang kuat atas perilaku individu dan kinerja organisasi.
Perilaku seseorang pada setiap situasi melibatkan interaksi dan motivasi personal dan situasiasional, untuk membantu mengidentivikasi faktor manajerial utama dlam perilaku organisasi. Banyak fihak menyarankan dengan menggunakan pendekatan kontijensi (contigensi approach). Asumsi dasar pendekatan tersebut adalah tidak ada cara terbaik untuk mengelola suatu organisasi. Suatu metode sangat efektif di satu situasi tetapi belum tentu di situasi lainnya cocok. Pendekatan kontijensi ini semakin popular karena hasil riset menunjukkan bahwa dalam beberapa praktek menajemen di beberapa praktek manajemen di beberapa organisasi, dengan memberikan suatu karakteristik pekerjaan dan orang tertentu dalam melakukan pekerjaan, memberikan hasil yang lebih baik dibanding lainnya. Dalam pendekatan kontijensi, manager mendiagnosis karakteristik individu dan kelompok, struktur organisasi, dan gaya kepemimpinan sebagai langkah-langkah memotivasi, sebelum memutuskan solusi tertentu.
Struktur organisasi sebagai pendekatan formal dalam mengelompokkan orang dan pekerjaan sesuai dengan tugas dan wewenangnya, sering digambarkan dalam bentuk bagan organisasi secara utuh dan menyeluruh, sedangkan proses menunjukkan suatu dinamika organisasi, al. komunikasi, pengambilan keputusan, dan penegmbangan organisasi yang merupakan contoh proses dalam organisasi. Asumsi dasar yang menggunakan invidu dan kelompok dalam berhubungan dengan organisasi dan lingkungan disebut dengan kultur. Arti lain kultur organisasi adalah kepribadian, atmosfir, atau perasaan, yaitu perilaku yang tepat dan ikatan yang memotivasi individu dan cara suatu organisasi memproses informasi, hubungan internal, dan nilai-nilai. Kultur berfungsi di seluruh tingkatan dari sesuatu yang tidak jelas hingga yang tampak. Kultur organisasi dapat di identikkan sebagai satu noda tinta yang kita lihat bila kita lihat (Hampden-Turner, 1990:1). Kultur organisasi dapat terwujud dalam pikiran, perasan, dan pembicaraan organisasi. Contoh berbagi norma-norma mengenai cara berpakaian, praktek bisnis, sistem promosi. Wal Mart Associates saling berbagi rasa cara kerja dengan cabang bekerja tepat waktu dengan sikap positif. Ini menjadi andil yang mengikat karyawan dan menciptakan perasaan kebersamaan (Fiedler & Garcia, 1998:11). Kultur organisasi dapat menjadi positift atau negatif. Kultur organisasi yang positif akan membantu meningkatkan produktivitas, kultur negatif akan merintangi perilaku, menghambat efektivitas kelompok an desian organisasi yang lebih baik. Manajer yang efektif mengetahui apa yang dicari melalui struktur, proses dan kultur serta bagaimana memahami apa yang mereka peroleh. Karenanya manajer harus bisa mengembangkan keterampilan diagnosis, karena mereka dididik mengidentifikasi gejala masalah yang membutuhkan perhatian lebih lanjut. Indikator masalahnya adalah penurunan kuantitas dan atau kualitas kerja, meingkatkan absen atau keterlambatan, dan sikap karyawan yang negatif.
Demikian pula kinerja individu adalah dasar kinerja organisasi. Pemahaman terhadap perilaku individu sangat penting karena merupakan faktor kritis bagi manajemen yang efektif. Karena itu ilmu psikologi sosial memberikan kontribusi yang baik terhadap hubungan antara sikap, persepsi, kepribadian, nilai-nilai dan kinerja individu. Keragaman kultural yang terjadi dapat dipahami sebagai karakteristik individu. Dengan demikian motivasi dan kemampuan individu menentukan kinerja. Bagaimana perilaku-perilaku individu dibangkitkan, dipertahankan, serta langkah-langkah apa yanfg harus dilakukan menyebabkan kompleksitas teori motivasi yang relevan.
Demikian juga dengan perilaku kelompok, yang terbentuk karena tindakan manajerial dan karena upaya individu. Manajer menciptakan adanya kelompok kerja untuk melaksanakan pekerjaan, tugas pokok dan fungsi yang diberikan. Kelompok tersebut berdasarkan keputusan manajerial dan atau inisiatif karyawan. Persoalannya sekarang dalam konteks mikro di lingkungan Sekretaris Daerah Kabupaten Nganjuk, pada era otonomi daerah ini dituntut perubahan perilaku organisasi yang tumbuh dari aktifitas, kreatifias, dan daya inovasi yang bersifat terbuka. Menempatkan fungsi yang sebenar-benarnya sebagai pelayan masyarakat (Public Service), Pemberdayaan masyarakat ( Public Empowernment ) dan fasilitator pembangunan daerah, tidak harus menunggu petunjuk dari atas, dan menggeser budaya birokratis-elitis, eksklusif serta perilaku provider (pemberi nafkah). Dengan diberlakukan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten Madiun telah melakukan langkah-langkah proaktif atas dasar Undang-undang tersebut.
Uraian ini menggambarkan bahwa dengan dilaksanakannya otonomi daerah dapat menggerakkan atau memotivasi seluruh sumberdaya yang ada, terutama SDM Aparaturnya untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik serta dapat memenuhi tuntutan masyarakat di era reformasi. Perubahan atau peningkatan motivasi tersebut peneliti tertarik untuk mengkaji secara mendalam dan seksama, apakah memiliki pengaruh yang bermakna terhadap perilaku organisasi karyawan.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Post a Comment