PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan suatu kegiatan sosial (Kongres Bahasa, 1978:276). Dalam kegiatan ini dikirim dan diterima lambang-lambang yang mengandung arti. Pemberian arti perlu “sama” agar pengirim lambang (komunikator) dan penerima lambang (komunikan) mengerti satu sama lain sehingga kegiatan komunikasi dapat berjalan dengan baik. Komunikasi dapat melibatkan beberapa aspek. Alwasilah (1989:8) menyatakan “komunikasi sebagai suatu proses melibatkan (1) pihak yang berkomunikasi, (2) informasi yang dikomunikasikan, (3) alat komunikasi”. Tidak ada komunikasi yang tidak melibatkan ketiga aspek di atas dan sesungguhnya manusia tidak akan terlepas dari ketiga aspek tersebut. Dalam proses komunikasi digunakan bahasa sebagai pengantar.
Bahasa adalah salah satu ciri paling khas yang manusiawi yang membedakannya dari mahluk-mahluk lain (Nababan, 1984:1). Secara tradisional bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau juga perasaan (Chaer dan Agustina, 1995:19). Jadi, fungsi bahasa yang paling mendasar adalah sebagai alat komunikasi, yakni sebagai alat pergaulan antarsesama dan alat untuk menyampaikan pikiran.
Indonesia merupakan negara yang wilayahnya sangat luas, penduduknya terdiri dari berbagai suku bangsa dengan berbagai bahasa daerah serta berbagai latar belakang budaya yang tidak sama. Oleh karena alasan tersebut, Indonesia disebut negara yang kaya akan budaya. Salah satu di antara kekayaan budaya Indonesia adalah adanya bahasa daerah. Berdasarkan peta bahasa yang dibuat oleh pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, ada sekitar 726 buah bahasa daerah dengan jumlah penutur setiap bahasa berkisar antara 100 orang (ada di Irian Jaya) sampai yang lebih dari 50 juta (penutur bahasa Jawa) (Chaer dan Agustina,1995:294). Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah dengan jumlah penutur yang besar, hal ini dapat dilihat dari bahasa Jawa yang digunakan di daerah Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur kecuali Madura. Bahasa Jawa termasuk dari sekian banyak bahasa daerah yang mendukung keutuhan dan kelanjutan kehidupan kebudayaan Indonesia.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang bilingual atau dwibahasa, yaitu masyarakat yang menggunakan dua bahasa dalam berkomunikasi. Dalam proses komunikasi masyarakat Indonesia menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional selain bahasa daerah masing-masing. Kedua bahasa tersebut kadang digunakan dalam kehidupan sehari-hari secara bersamaan, baik secara lisan maupun tulis. Situasi semacam ini memungkinkan terjadinya kontak bahasa yang saling mempengaruhi. Saling pengaruh itu dapat dilihat pada pemakaian bahasa Indonesia yang disisipi oleh kosa kata bahasa daerah atau sebaliknya.
Bahasa erat kaitannya dengan media komunikasi massa. Bentuk media komunikasi massa salah satunya adalah media cetak, yaitu berupa majalah, surat kabar, tabloid dll. Melalui media cetak tersebut bahasa berperan besar untuk menyampaikan berbagai informasi, baik yang bersifat mendidik, menghibur dan mempengaruhi pembaca.
Dari berbagai jenis media cetak yang ada, dalam penelitian ini peneliti memilih objek kajiannya berupa surat kabar. Surat kabar sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari agar masyarakat tidak ketinggalan informasi (Badudu, 1991:137). Setiap surat kabar mengunjungi masyarakat dari segala lapisan, mulai dari lapisan atas hingga lapisan bawah. Surat kabar mendatangi masyarakat dengan berita-beritanya, dengan segala macam informasi, opini serta tulisan-tulisan yang bersifat menghibur. Oleh karena itu surat kabar mendapat julukan sebagai “Ratu Dunia” (Badudu, 1983:135). Dari jangkauan yang luas itu, surat kabar banyak mempengaruhi sikap dan tingkah laku masyarakat. Dalam hal ini penggunaan bahasa Indonesia yang terpengaruh oleh bahasa daerah mudah sekali menyebar melalui media massa.
Di Indonesia terdapat banyak sekali surat kabar, antara lain surat kabar Suara Merdeka. Surat kabar Suara Merdeka merupakan surat kabar yang terbit di Semarang. Mayoritas pembacanya adalah penduduk Jawa yang setiap hari masih berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa, sehingga tidak menutup kemungkinan dalam penyampaian informasi dari penulis kepada pembaca melalui media massa terdapat ketidakpatuhan pemakaian atau penyimpangan bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia. Menurut Lubis (1993:95-96) “ketidakpatuhan pemakaian bahasa Indonesia dapat dijumpai antara lain dalam majalah, buku dan surat kabar”. Adanya penyimpangan bahasa dapat mengakibatkan terjadinya kontak bahasa yang merupakan gejala awal interferensi. Suwito (1983:26-27) menyatakan “Adanya penyimpangan-penyimpangan bukan berarti pengrusakan terhadap bahasa”.
Interferensi merupakan fenomena penyimpangan kaidah kebahasaan yang terjadi akibat seseorang menguasai dua bahasa atau lebih. Suwito (1983:54) berpendapat bahwa Interferensi sebagai penyimpangan karena unsur yang diserap oleh sebuah bahasa sudah ada padanannya dalam bahasa penyerap. Jadi, manifestasi penyebab terjadinya interferensi adalah kemampuan penutur dalam menggunakan bahasa tertentu.
Dari segi kebahasaan, interferensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu interferensi bentuk dan interferensi arti. Menurut Soepomo (1982:27) “Interferensi bentuk meliputi unsur bahasa dan variasi bahasa, sedangkan interferensi bahasa meliputi interferensi leksikal, morfologi, dan sintaksis”. Pembahasan tentang interferensi sangat luas cakupannya, namun dalam penelitian ini hanya akan dibahas tentang interferensi morfologi dan sintaksis bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia yang terdapat pada kolom “piye ya?” harian Suara merdeka.
Salah satu kolom yang terdapat dalam surat kabar harian Suara Merdeka adalah kolom “piye ya?”. Kolom ini terbit setiap hari yang berisi tentang kritik dan saran seputar pelayanan publik di wilayah Kedungsapur (Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Purwodadi). Pada kolom ini banyak dijumpai adanya interferensi bahasa, terutama bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia. Di bawah ini merupakan contoh tuturan yang ada dalam kolom “piye ya?” harian Suara merdeka:
(1) UNTUK Bupati Grobogan, bagaimana to tunjangan khusus ganti THR di penawangan yang untuk guru wiyata bhakti kok dipotong Rp. 31.000.
( 08122996xxx)
(PY/ 35/ 18 Nov 06)
Kata yang bercetak miring pada tuturan di atas merupakan partikel bahasa Jawa. Partikel digunakan dalam ragam bahasa lisan, oleh sebab itu apabila partikel tersebut digunakan dalam ragam bahasa tulis bahasa Indonesia maka akan terasa kurang tepat. Penutur pada penelitian ini menggunakan partikel untuk mengungkapkan perasaan dan emosi yang ada pada dirinya. Interferensi semacam ini termasuk dalam interferensi sintaksis yang berupa pemakaian partikel bahasa Jawa. Pembahasan lebih lanjut dapat dilihat pada bab III.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Post a Comment