Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh setiap perusahaan didasarkan pada strategi pemasaran yang ditetapkan untuk mencapai sasaran pasar yang dituju.Oleh karena itu, pasar perusahaan perlu dikaji, sehingga dapat ditentukan sasaran yang tepat.
Dalam menentukan sasaran pasar yang tepat terhadap, perlu diteliti dan dikaji motif, perilaku, dan kebiasaan pembeli.Karena masing-masing pembeli mempunyai motif, perilaku, dan kebiasaan membeli yang berbeda, maka perlu dilakukan pendekatan dalam pengkajiannya, sehingga analisis yang dilakukan lebih berguna dan tepat untuk pengambilan keputusan (Assauri, 2009:120).
Perilaku konsumen berkaitan dengan proses pemilihan produk yang akan dibeli, yang terdapat dalam proses pembelian. Teori perilaku konsumen dalam pembelian atas dasar pertimbangan ekonomi, menyatakan bahwa keputusan seseorang untuk melaksanakan pembelian merupakan hasil perhitungan ekonomis rasional yang sadar, sehingga mereka akan memilih produk yang dapat memberikan kegunaan yang paling besar, sesuai dengan selera, dan biaya secara relatif.
Teori perilaku konsumen yang lain adalah teori yang didasarkan pada pertimbangan faktor sosiologi, yang menyatakan bahwa keinginan dan perilaku seseorang sebagian dibentuk oleh kelompok sosial tempat ia menjadi anggotanya. Teori perilaku konsumen yang didasarkan pada faktor antropologi hampir sama dengan teori yang didasarkan pada faktor sosial, namun lebih mengutamakan kelompok sosial yang lebih besar, yang ruang lingkupnya lebih luas seperti kebudayaan dan kelas sosial (Assauri, 2009: 135).
Lamb, Hair, dan McDaniel (2001:237) mengatakan bahwa perilaku konsumen menggambarkan bagaimana para konsumen membuat keputusan-keputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan membuang produk-produk yang mereka gunakan.
Studi perilaku konsumen ini muncul seiring dengan berkembangnya konsep pemasaran, yang merupakan cara pandang pemasar dalam menghadapi konsumen dan pesaingnya, dimana pemasar berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen secara lebih efektif dari para pesaingnya. Tujuannya adalah memperoleh kepuasan pelanggan. Sehingga ilmu perilaku konsumen dibutuhkan untuk mengidentifikasi apa kebutuhan dan keinginan konsumen dan pelanggan tersebut sehingga pemasar mampu menyusun dan mengimplementasikan strategi pemasaran yang tepat untuk karakteristik konsumen yang menjadi target pasar.
Tidak dipungkiri, memahami perilaku konsumen dalam pembelian bukanlah perkara mudah karena konsumen mempunyai sifat yang berbeda-beda sebagaimana dari kebutuhan manusia yang tidak terbatas disamping dipengaruhi oleh kondisi eksternal dan internal lainnya yang berakibat langsung terhadap keputusan pembelian konsumen.
Engel et al. dalam Salsabila (2011) mendefinisikan keputusan pembelian sebagai proses merumuskan berbagai alternatif tindakan guna menjatuhkan pilihan pada salah satu alternatif tertentu untuk melakukan pembelian.
Sebagaimana yang marak terjadi dewasa ini, dunia pemasaran mengalami pergeseran drastis sejak pemasaran memasuki era gelombang baru (new wave era).Pendekatan pemasaran tak lagi menyasar jenis konsumen lama, melainkan berubah ke sasaran pasar yang baru, yang mana kita kenal dengan sebutan new wave ready customers, yakni 3subkultur utama yang menggerakan era new wave marketing ini. Tiga subkultur itu adalah youth(anak muda), woman (perempuan), dan netizen (pengguna internet).
Jika kita memerhatikan secara cermat, pergerakan perempuan belakangan ini memang tengah menjadi tren.Emansipasi wanita dapat dilihat dari berbagai peran aktif wanita pada berbagai bidang.Dewasa ini, politikus wanita sudah biasa, begitupun dalam bidang ekonomi, wanita berperan aktif sebagai praktisi maupun sebagai partisipan penggerak ekonomi. Banyak pakar yang kemudian mengatakan bahwan peran wanita kedepannya akan semakin dominan, termasuk dalam lanskap bisnis.
Perubahan ini, telah menghasilkan tantangan, peran serta pengaruh wanita dalam keputusan pembelian. Kini keputusan pembelian cenderung dilakukan oleh wanita,baik wanita mandiri yang menggunakan pendapatannya sendiri, maupun ibu rumah tangga yang mengelola keuangan rumah tangganya.
Pada konteks kekinian, melirik wilayah teritorial Indonesia, terkhusus Kota Makassar misalnya, sebuah tren jilbab terbaru hadir sebagai perwujudan pergeseran paradigma masyarakat akan makna berjilbab. Bahwa berjilbab, saat ini tidaklah dianggap kuno dan ketinggalan zaman, justru akan menjadikan perempuan muslim terlihat indah, anggun, dan cantik.
Pasalnya, pada perkembangannya kini, persepsi penggunaan jilbab tidak lagi sederhana.Jilbab kini diinterpretasikan berdasarkan subjektifitas individu.Misalnya banyak yang memahami jilbab sebagai perintah agama dan sebuah keharusan, sugesti, dan ada pula yang menganggap sebagai sebuahfashion belaka. Melalui tren ini, pilihan gaya berjilbab perempuan Makassar menjadi lebih variatif.
Adalah Dian Pelangi, seorang desainer muda asal Jakarta, bersama rekannya, Ria Miranda, berinisiatif membentuk sebuah komunitas hijab yang berfokus pada syiar melalui cara-cara yang lebih modern, bergaya khas anak muda, namun tetap patuh pada kaidah.
Tak terlalu sulit bagi Dian Pelangi dan Ria Miranda untuk membangun imagekomunitas ini mengingat Dian Pelangi merupakan seorang muslim fashion designer muda sekaligus pemilik Butik Dian Pelangi. Tepatnya pada Maret 2011, komunitas ini resmi diluncurkan. Atas kolaborasi 30 perempuan muda berhijab, Hijabers Community ini kemudian tumbuh sebagai satu komunitas fashion style dalam hal jilbab/hijab, yang merupakan satu komunitas jilbab kontemporer yang berisikan wanita-wanita muslimah cantik dengan pakaian atau jilbab yang penuh gaya dan tidak biasa. Komunitas ini kemudian berkembang dengan nilai, identitas, dan aktivitas yang berbeda.Sekarang, ada banyak wanita yang tertarik dan ingin bergabung dalam komunitas ini.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuat waveHijabers Communitymendapatkan momentum melalui kehadiran media virtual, yang kian mengukuhkan eksistensi komunitas perempuan berhijab ini. Melalui Hijabers Communityperempuan-perempuan tersebut ingin mengubah pandangan bahwa jilbab yang selama ini identik dengan tradisionalitas dan kuno, menjadi sesuatu yang modern, fashionable, dan dinamis. Atas kehendak media pulalah, gayahijabers ini menjadi gaya nasional masa kini yang kemudian fenomena ini disebut sebagai budaya popular dalam dunia fashion style.
Dari perspektif pemasaran, kehadiran komunitas tak lekas dipandang sebagai arah baru pembentukan feminine space saja, tetapi juga merupakan langkah awal dalam pembentukan strategi sentral bisnis perusahaan.
Kartajaya (2010) menyatakan bahwa di era new wave seperti sekarang, kita melakukan praktik segmentasi yang horizontal yaitu mengomunitisasikan konsumen sebagai sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain, dan memiliki kesamaan purposes, values, dan identity.
Kalau komunitas konsumen dari suatu perusahaan sudah jelas, teridentifikasi atau terbentuk, tergambar secara jelas tujuan, identitas dan nilai-nilainya dan cocok untuk kita ajak kolaborasi, langkah-langkah pemasaran yang lain tinggal mengikuti dan pembangunan karakter dapat terfokus pada hal-hal yang terkait dengan komunitas tersebut.
Oleh karena itu, dewasa ini, banyak kaum hawa terinspirasi oleh komunitas Hijabers. Belakangan muncul pelabelan, gaya berjilbab dan berbusana a la Hijabers. Toko-toko kerudung dengan cepat diserbu oleh banyak perempuan yang berhasrat membeli banyak kerudung kemudian mengkreasikannya dan tampil di depan umum seperti perempuan-perempuan dalam komunitas Hijabers (Hardiyanti, 2012:7)
Butik Dian Pelangi yang merupakan butik bentukan Dian Pelangi jelas memiliki keterkaitan erat dalam hal ini.Dari sinilah orang-orang serta beragam model jilbab a la Hijabers muncul. Bekerja sama dengan butik Dian Pelangi, komunitas ini membentuk Hijab Class. Mereka juga memanfaatkan media virtual untuk memberikan informasi mengenai tutorial jilbab Hijabers.
Banyak dari pengguna jilbab yang mengapresiasi langkah ini: mengenal lebih dalam tentang Hijabers Community dan mempelajari tutorial hijabnya yang marak di media virtual (youtube, Facebook, dll). Namun, dari apa yang penulis amati, nampaknya banyak dari mereka yang mengapresiasi hanya sebatas dua hal tersebut. Konsumen yang belajar tentang gaya jilbab a la Hijabers ini ternyata belum tentu memutuskan membeli jilbab di Butik Dian Pelangi Makassar.
Berdasarkan sejumlah pemaparan di atas, penulis kemudian mencoba melakukan penelitian lebih jauh yang selanjutnya menamakan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Kehadiran Hijabers Community Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Butik Dian Pelangi Makassar.”
Post a Comment