Make Marketing Simple.
Written By Unknown on Tuesday, 28 July 2009 | 06:29
It's all about making every aspect of the product/service experience as good as they can be and thereby making the user feel great about their achievements/ownership.
But job one is making every aspect of the product/service experience as straightforward as possible and thereby not making the user feel stupid.
Praktis dan Efisien Dengan unp : Archive Manager Simpel dan Praktis
Written By Unknown on Sunday, 26 July 2009 | 01:29
Dalam rangka menghemat space hardisk, dan dalam rangka kemudahan-dan-efisiensi transfer data di internet, kita sering mem-bundel kumpulan dokumen kita menjadi sebuah file archive, baik itu berbentuk zip, rar atau tar.gz dan tar.bz2.
Nah, suatu saat, atau setelah kita men-download archive dokumen, kita harus melakukan ekstraksi (pemekaran) kembali dokumen yang di pempatkan tersebut. Dan untuk melakukan hal tersebut tentu butuh software.
Di windows, kita kenal ada WinZip, WinRar dan 7Zip. Di sebagian besar distribusi Linux modern, software untuk menangani file archive sudah dibundel secara native, dan terintegrasi dengan desktop (GNOME, KDE dan XFCE). Kita bisa langsung dengan mudah melakukan klik kanan>Extract Here untuk file archive di file manager. Sangat praktis.
Tapi karena beberapa alasan, banyak yang masih suka menggunakan software archive manager berbasis teks, seperti tar, unrar, p7zip, dan unzip. Untuk menggunakan tiap aplikasi tersebut kita harus mengetikan perintah sendiri-sendiri yang cukup tidak praktis.
Lalu, adakah software archive manager berbasis teks yang all-in-one dengan satu perintah penggunaan saja? Ada! Jawabannya adalah unp! Unp adalah software archive dan un-archiver di Linux yang berbasis teks, dengan ukuran yang sangat mini, tetapi sangat powerful dan mampu menangani hampir semua format kompresi dokumen dengan menggunakan satu perintah saja, untuk menggunakannya.
$ unp *.zip, *.rar, *.tar.gz, *.tar.bz2
Yang paling luar biasa dari aplikasi ini adalah ukurannya yang sangat kecil. Saya sempat mencoba mengedit binari unp, dan ternyata berisi tag binari teks yang sangat sederhana. Sangat praktis sekali.
Unp sendiri ada di repositori distribusi-distribusi mayor. Bila tidak menemukan installer untuk distribusi tertentu, kita bisa mengambil sembarang (misal dari installer ubuntu), kemudian mengekstraksinya, hingga kita dapat binari unp di /usr/bin/unp. Copy-kan saja binari unp ke direktori /usr/bin :
# cp unp /usr/bin -v
Begitulah, sangat menarik sekali melakukan eksplorasi dengan desktop Linux !
Selamat ber-Linux !
Mengembangkan Paradigma Yang Lebih Tepat, Mempelajari Linux dari Teori
Written By Unknown on Thursday, 23 July 2009 | 03:17
Beberapa waktu yang lalu saya pernah sesekali berbincang dengan seorang rekan mengenai konsep bisnis pelatihan / training Linux. Dalam banyak hal, kami memiliki ketertarikan yang identik, tetapi dalam beberapa hal kami memiliki perbedaan pandangan yang sangat fundamental. Setelah saya telusuri, hal tersebut lebih kepada karakter kami yang memang beda, karakter pribadi yang memang beda.
Intinya begini, saya selalu berpandangan, bahwa mempelajari ilmu apapun, hal pertama yang harus dipahami adalah teori dasar. Bagi saya, teori merupakan hal mutlak untuk membuat seseorang mengerti akan sesuatu. Ini seperti memahami agama dengan pendekatan filsafat, bukan sekedar pendekatan doktrin. Sedangkan rekan saya berpandangan berkebalikan, bahwa mempelajari teori adalah sesuatu yang membosankan. Hwaduh! Rekan saya selalu berpendapat, bahwa pelatihan Linux harus to-the-point ke inti practical ini-itu cas-cis-cus langsung jadi. Wow! Ajaib!
Memang, ilmu-ilmu praktikal, termasuk mempelajari Linux, berujung pada praktik-kebiasaan. Tetapi tanpa pengetahuan dasar, akan sangat sulit memahami bagaimana cara meng-anu ini, dan meng-anu itu manakala terjadi sesuatu. Pembelajaran praktikal hanya akan menghasilkan point-point pengetahuan spot-per-spot yang parsial dan cukup menyesatkan.
Saya semakin berpendapat bahwa teori sangat penting bagi pembelajaran Linux adalah saat saya berusaha membuat buku mini tentang tutorial instalasi Linux. Awalnya saya kira saya bisa membuat tutorial instalasi Linux dalam beberapa lembar saja—dengan prinsip to-the-point, tapi ternyata tidak bisa! Pada bagian pemartisian, pembahasan saya jadi sangat melebar dan berlembar-lembar. Akhirnya saya terpikirkan untuk meletakan pembahasan pemartisian dalam bab pendahuluan mengenai teori umum pemartisian hardisk di Linux, dengan komparasi prinsip pemartisian hardisk di Windows.
Alasan lain yang sangat kuat adalah, bagaimana kita bisa menghadirkan banyak sisi positif dari suatu bab / ilmu yang akan kita ajarkan. Dalam hal ini Linux, maka bagaiamana kita bisa mengenalkan tentang apa itu Linux mulai dari point nol dan paling mendasar, mendeskripsikan secara ilmiah dan jujur mengenai kelebihan-kelebihan Linux, dan yang paling penting adalah dramatisasi yang wajar untuk menciptakan kesan 'luar biasa' akan Linux, menciptakan ketertarikan.
Teori umum, pengenalan, dan dramatisasi-positif merupakan hal paling fundamental untuk menarik alam bawah sadar seseorang untuk tertarik pada sesuatu, dan untuk memberi 'pondasi dasar' seseorang memahami inti permasalahan / ilmu. Tapi memang, paradigma kebanyakan orang (Indonesia) yang lebih mengarah pada pola pikir pragmatis membuat banyak orang lebih memilih pendekatan praktis yang terkesan mujarab, tapi dalam banyak kasus implementasi yang lebih luas, adalah cukup menyesatkan.
Sangat menarik, karena mau di sadari atau tidak, Linux telah dan sedang berkembang menjadi sistem yang lebih populer, dan perlahan tapi pasti, menjadi standarized sistem. Mari mempelajari sesuatu dengan arif dan membangun.
Bug Pada Amarok2 : Berharap Perbaikan Terus Dilakukan
Written By Unknown on Wednesday, 22 July 2009 | 01:04
Saya sedang menggunakan Mandriva Linux 2009.1 Spring, dan menggunakan aplikasi music manager Amarok2 (KDE4). Kesan pertama, Amarok2 lebih simpel, tidak ada welcome screen saat kita pertama menjalankannya. Hanya saja ada beberapa bug (yang saya alami) yang saya temukan :
1. Collection Directories
Amarok2 hanya mau membaca direktori koleksi musik kita yang ada di /home/music. Akan menyebalkan kalau koleksi musik kita terletak di partisi lain (sebagai misal), karena Amarok2 benar-benar tidak mau men-scan (membaca) koleksi musik selain dari folder/direktori /home/music. Solusinya, buat saja symbolic link koleksi musik kita ke /home/music. Sebagai contoh, koleksi musik saya terletak di :
/media/win/musik
Maka saya buat symbolic link :
ln -s /media/win/musik /home/alwan/Music
Jika koleksi musik kita tersebar di banyak tempat, maka buatlah symbolic link sebagai subfolder/subdirektori di direktori /home/Music
Sebagai misal, koleksi musik kita ada di tiga tempat :
/media/win_d/musik
/media/win_d/alquran
/media/win_d/instrumenta
Maka, buatlah symbolic link ketiganya sebagai subfolder di /home/Music :
ln -s /media/win_d/musik /home/Music/musik
ln -s /media/win_d/alquran /home/Music/alquran
ln -s /media/win_d/instrumental /home/Music/instrumental
2. Database yang belum sempurna.
Saat saya menambah beberapa track mp3 dan juga melakukan perubahan tag pada beberapa track mp3 saya, perubahan yang saya lakukan tersebut tidak langsung terbaca walaupun saya melakukan 'Rescan Collection' dan atau melakukan restart Amarok2. Ini agak menjengkelkan bagi saya, karena saya selalu rajin memperbaiki urutan koleksi mp3 saya, dengan memperbaiki tag-tag (id3) mp3 saya, agar nampak rapi dan terlihat nyaman di gunakan. Sangat berbeda dengan Amarok 1.4 yang telah memiliki database yang sempurna. Perubahan sekecil apapun akan terbaca dan akan melakukan rescan collection dengan sangat baik. Solusinya, saya hapus folder konfigurasi Amarok2 di /home yang terletak di /home/alwan/.kde4/share/amarok. Setelah saya hapus folder konfigurasi Amarok2 dan saya jalankan ulang Amarok2, barulah Amarok2 dapat membangun database musik saya dengan baik.
Begitulah, sekilas mengenai bug pada Amarok2 yang saya temui. Pastinya pada rilis berikutnya, aplikasi ini akan menjadi lebih baik. Bagaimana kalau kita masih menyukai Amarok 1.4? Bisa! Manakala kita menggunakan distribusi daripada Ubuntu Linux, di repositori online-nya masih tersedia paket KDE 3.5 beserta aplikasi-aplikasinya. Lihatlah di situs paket Ubuntu.
Selamat ber-Linux !
Out Of The Mouths Of Babes.
Written By Unknown on Tuesday, 21 July 2009 | 16:29
..it is very hard to separate the benefits of the mother’s milk from the benefits of the kind of mother who chooses to breastfeed.....In other words, breastfeeding studies could simply be showing what it’s like to grow up in a family that makes an effort to be healthy and responsible, as opposed to anything positive in breast milk.
I'm not qualified to question that view and the logic does seem valid, but by chance I recently heard Sarah Blaffer Hrdy mention (in an aside about infant abandonment) that primates who breastfeed experience increased prolactin and oxytocin levels which helps them bond with their offspring.
The marketing lessons: replication isn't enough and the most significant impact of your product/service isn't always the obvious one.
Common Sense Isn't.
Written By Unknown on Thursday, 16 July 2009 | 16:47
In recent weeks, I've blogged less frequently than before because I felt it had all been said and that surely everybody knows this stuff.
But tonight, I heard industry practitioners speaking of clients worried about losing control of their messaging, obsessed with identifying those mythical influencers and, best of all, of the opinion that "the internet was only for people who love us or hate us - when we should surely be focussing on the indifferent masses."
Perhaps your competitors don't know half as much as you think they do. Perhaps that gives you a great opportunity to steal a march on them.
Menikmati Hiburan Multimedia Format : Convert flv to avi Di Linux
Dalam era digital saat ini, distribusi konten hiburan digital sudah sangat beragam. Taruhlah untuk video. Begitu banyak format video yang digunakan untuk mendistribusikan konten-konten hiburan (film dan lain-lain). Permasalahannya adalah, tidak semua sistem operasi secara default mendukung format-format multimedia popular (baru), katakanlah seperti flash flv dan quicktime 3gp.
Solusinya sebenarnya mudah, cari saja aplikasi pemutar format multimedia lengkap, atau codec multimedia yang lengkap. Namun seringkali, kita tetap menginginkan menyimpan koleksi file multimedia kita dalam format tertentu, dengan tujuan, bisa dinikmati oleh banyak rekan yang lain (yang belum tentu memiliki software multimedia lengkap).
Lalu bagaiamana? Tentu mudah! Kita membutuhkan software converter untuk mengkonversi file multimedia dari format ini ke format itu, sebagai misal dari 3gp ke avi.
Di windows, aplikasi converter file multimedia cukup banyak pilihannya. Di Linux pun, walau belum banyak pilihannya, sebenarnya sangat powerful untuk software converter file multimedia. Beberapa yang terkenal adalah ffmpeg dan mencoder. Hanya saja, kedua software tersebut masih berbasis teks untuk menggunakannya, dan tentu tidak praktis!
Adakah front-end grafisnya? Ada! Kita bisa menggunakan avidemux! Adakah yang lebih simpel? Saya lebih memilih menggunakan sebuah aplikasi free untuk windows yang bernama pazera. Aplikasi ini merupakan front-end grafis dari ffmpeg untuk windows (loh!). Yah, sebenarnya pazera dikembangkan dari software Linux, tetapi justru front-end grafisnya tersedia untuk windows. Namun bukan masalah!
Pazera bisa dijalankan dengan sempurna oleh wine. Kita hanya perlu mendownload pazera (dalam bentuk zip), mengekstraksinya, dan menjalankannya dengan wine.
$ wine mp4toavi.exe
$ wine 3gptoavi.exe
$ wine flvtoavi.exe
Kenapa beda-beda? Yap! Pazera dibuat detil sesuai format yang akan di konversi, ada pazera mp4toavi, pazera flvtoavi dan pazera 3gptoavi. Cara menggunakan aplikasi ini sangat simpel sekali. Format output yang didukung adalah avi dan mpg.
Link Terkait :
Selamat ber-senang-senang dengan Linux !
Indah, Lengkap dan Cepat : Mandriva 2009.1 Spring Yang Powerful
Mandriva Linux 2009.1 (Spring) telah rilis. Apa yang baru?
Pertanyaan yang lebih tepat mungkin, kenapa Mandriva? Paska-popularnya Ubuntu, banyak user Linux yang kemudian lebih memilih Ubuntu sebagai desktop Linux. Alasanya tentu kemudahan dan dukungan teknis. Namun banyak yang lupa, dari sekian banyak desktop Linux, Mandriva Linux boleh dikatakan merupakan pioner desktop Linux yang user friendly dan powerful. Di masa awal Mandriva (yang waktu itu bernama Mandrake Linux), Mandriva adalah desktop Linux yang sangat popular dan disukai banyak end user karena kemudahan penggunaan dan manajemen sistem nya.
Kini, Mandriva tetap bertahan dan justru semakin mantap dalam hal menghadirkan desktop yang indah, elegan dan mudah digunakan. Di versi 2009.1, Mandriva menghadirkan desktop dan software-software terbaru. Salah satu yang paling terasa adalah penghadiran software DVD/CD burner K3B versi 1.66 yang merupakan versi K3B untuk KDE4. Penyertaan K3B 1.66 ini terasa sangat bermanfaat manakala kita memilih dekstop GNOME. Apa sebab? Karena pada Mandriva 2009.0, jika kita menggunakan default desktop GNOME, kita tidak bisa menginstalasi K3B dari DVD installer Mandriva. Penyebabnya adalah K3B yang disertakan adalah versi 1x untuk KDE3, sementara paket dependensi KDE yang disertakan adalah KDE4.
Aplikasi lain yang baru yang disertakan dalam Mandriva 2009 Spring cukup banyak, salah satunya yang saya sukai adalah SMPlayer. Aplikasi front-end Mplayer terbaru, yang sangat powerful.
Secara keseluruhan, Mandriva 2009.1 (Spring) sangatlah memuaskan, dengan satu nilai minus, yaitu dukungan mirror repositori online yang belum se-lengkap Ubuntu atau Debian. Untuk mendapat aplikasi-aplikasi lain yang belum ada di DVD instalasi, kita harus mencarinya di repositori online buatan komunitas Mandriva yang terpisah-pisah. Mungkin suatu saat nanti ada yang berkenan mengumpulkan repositori Mandriva di seluruh dunia menjadi satu mirror yang lengkap dan mudah di akses (Amiin).
Selamat ber-Linux ! ^_^
Gaming Dengan CrossOver Games
Di desktop Linux, banyak sekali pilihan game free untuk sekedar mengisi kekosongan waktu kita, atau untuk membuang sedikit kejenuhan setelah lama bekerja di depan komputer.
Namun, dalam dunia komputasi, ada kelompok user yang memang interest, addicted dan kemudian focused pada dunia game komputer. Kelompok user inilah yang kemudian disebut gamers. Karena kesukaan pada games, mereka rela membeli hardware yang mahal untuk bisa bermain game 3D yang berat dan memiliki interface memuaskan. Untuk hal ini, belum banyak perusahaan pengembang game 3D yang mengembangkan game komersial untuk desktop Linux.
Karena kondisi itulah, gamers yang mencoba menggunakan atau mencoba bermigrasi ke desktop Linux akan sedikit mengalami kesulitan. Jalan keluar satu-satunya adalah menggunakan emulator wine. Namun begitu, karena sifat wine yang free, untuk meng-optimized wine agar bisa menjalankan game-game 3D windows secara sempurna di butuhkan proses oprekisasi yang cukup rumit.
Sebenarnya ada cara yang lebih praktis, yaitu menggunakan emulator komersial yang bernama Crossover Games. Karena aplikasi ini berbayar, kita bisa mencoba versi trail dan men-download-nya dari Internet.
Banyak game 3D windows yang bisa dijalankan di Crossover Games. Sangat menarik bagi para gamers. Satu hal menarik lainnya adalah, jika kita telah memiliki CrossOver Office dan Wine di desktop Linux kita, kita tetap dapat menginstalasi CrossOver Games secara bersamaan dan tidak terjadi crash. Hal tersebut disebabkan karena direktori instalasi ketiganya yang terpisah, dan juga direktori konfigurasi ketiganya yang juga terpisah di home.
Selamat nge-game !
Direct Marketing 101.
Written By Unknown on Monday, 13 July 2009 | 13:52
This full-page Siemens ad appeared in today's Times. Complete with those two boxes obscuring the image.
Now I've nothing against VR codes. My friend used the first one in the UK, but did so via a full-size outdoor poster which was one big VR code. Here it's slotted in as an afterthought - one that won't reach many people, one that distracts from the rest of the copy and one that ruins the design.
It's effectively asking the readers to do something (scan the code)before they can find out what it is Siemens want to tell them. That's like the url that leads to a webpage with an "Enter here" button. That's like the customer service number that leads to a labyrinthine telephone menu. That's like the headline offer that forgets to tell you about the small print. It's all bad marketing.
If you've somehow earned the customer's scarce attention, then at least have the sense to tell them something. Directly.
Say It Ain't So.
Written By Unknown on Thursday, 9 July 2009 | 15:52
Manuel Castells bored me rigid tonight while discussing his new book about power relations and networked societies, but he did suggest that a nugget of information is five times more likely to register in one's brain if it conforms to one's existing beliefs.
He suggested that this was why liberals listened to NPR and Republicans watched Fox News and that the media didn't actually lead opinions. I saw it as powerful confirmation of the idea that communications can only bolster what people already believe about specific products and services. If your product/service isn't credible, you can't convince people otherwise.
Let's Get Physical?
Written By Unknown on Tuesday, 7 July 2009 | 22:59
Projects that translate digital content into something physical (combining the ease of the former with the tangibility of the latter) are all the rage in the marketing world. They speak to some basic human needs for tactility and possession and are a reaction to the increasing virtuality of many people's lives.
While I love the whole idea of this Nike project and its modernisation of the age-old tradition of chalking messages on the Tour de France road, I'm not sure it is physical enough. If yours is one of the 100,000 messages, what is the likelihood of your seeing it? The race is, after all, nearly 2000 miles and three weeks long.
Obviously, a lot of these issues will have been addressed but, in the context of such a huge "tarmac "billboard", is it personal enough? Or is it simply physical?
The Congestion Of The Crowd.
Written By Unknown on Monday, 6 July 2009 | 01:47
This was confirmed a few evenings later, when I sat in an audience of strangers at a design seminar where various designers spoke of their influences and inspirations pecha-kucha style. Admittedly, I was there because I knew three of the nine people on stage, but that was pretty much all I knew. No prizes for guessing which experience was the more inspirational, informative and intoxicating.
Since you want to make your product/service stand out from the crowd, it really helps if you occassionally do so too. Looking at the world through different eyes is a great way to start.
I Am Not A Number.
Written By Unknown on Wednesday, 1 July 2009 | 22:51
Channel 4 Television commissioned some research into teenagers so as to better tailor its education programming. Urban Tribes revealed that 50% of them consider themselves to be "alternative" while only 25% admitted to being "mainstream".
Jonathan Ive, Apple's creative director, reminded his audience this week that "we don't do focus groups".
Knowing best is all about really knowing and not just receiving answers and assuming they represent knowledge.