Latest Post
Showing posts with label multimedia. Show all posts
Showing posts with label multimedia. Show all posts

Mengkompresi / Memperkecil File MP3 menggunakan Audacity di Desktop Linux Ubuntu

Written By Unknown on Saturday, 12 December 2009 | 08:41



Pilihan kualitas suara. Semakin rendah, maka kualitas suara akan semakin rendah, tetapi ukuran file akan semakin kecil. Kualitas normal sebuah file mp3 adalah pada kecepatan 128 Kbps. Kualitas "kompromis" menurut hasil coba-coba saya, adalah berkisar antara 48-64 Kbps. Pada kisaran tersebut, file mp3 kita akan menyusut hingga tinggal sepertiganya saja. Kualitas di bawah kisaran 48 Kbps sudah sangat jelek dan tak layak dengar.







Omong-omong, saya baru saja mencoba sebuah aplikasi Windows yang fungsinya adalah untuk memperkecil ukuran file mp3. Tujuannya adalah untuk menghemat space memori handphone saya yang secuil itu. Awalnya saya berharap besar, tapi ternyata saya kecewa! Ternyata aplikasi tersebut hanya mampu meng-kompresi file mp3 hanya setengah dari ukuran asli. Hummmh.



Nah, sebenarnya, saya sudah memiliki cara sendiri yang ternyata lebih ampuh, yaitu menggunakan aplikasi Linux yang bernama Audacity. Semua pasti sudah pernah mendengar Audacity bukan? Ya! Itu adalah aplikasi open source sound editor yang sangat powerful. Bagaimanakah cara untuk memperkecil ukuran file mp3 menggunakan Audacity?



Pertama, instalasi Audacity. Karena aplikasi ini sudah tenar, maka sudah ada di repo distribusi besar dunia. (Sebagai contoh saya memakai Ubuntu).



$ sudo apt-get install audacity



Kedua, buka file mp3 kita. Melalui File>Open, atau Ctrl+O. Ketiga, pilih menu File>Export, dan masuk pilihan Options. Pilih filetype output ke mp3, dan pilih Quality-nya ke kisaran 48-64 Kbps. Semakin rendah, maka semakin kecil ukuran file, tetapi kualitas suara semakin jelek. Dalam hal ini, saya memilih kualitas pada 48 Kbps. Setelah itu kita OK. Final, kita sudah memiliki file mp3 dengan ukuran yang lebih kecil. Dalam contoh saya, file asli mp3 saya berukuran 3,8 MB, dan setelah saya turunkan kualitasnya ke pilihan 48 Kbps, ukuran filenya menjadi 1,5 MB. Sangat besar bukan penurunannya?



Begitulah cara mengkompresi file mp3 dengan Audacity di desktop Linux, sangat simpel dan mudah sekali! Selamat mencoba!



===============

Ada pilihan kualitas suara pada opsi Export file di Audacity, yaitu dari 8 Kbps sampai 320 Kbps. Kualitas standar adalah 128 Kbps (ukuran normal). Dari hasil coba-coba saya, kualitas yang “paling kompromis” untuk kegunaan di simpan di media phone selular adalah kualitas antara 48-64 Kbps. Kualitas di bawah 48 Kbps, walaupun ukurannya sangat kecil, tetapi kualitas suaranya sudah sangat jelek dan tidak layak dengar. Bagi kita yang punya gadget ber-storage memory besar, saran saya adalah tak perlu pakai proses kompresi, karena kualitas suara mp3 akan menurun.

Meng Copy File DAT VCD Dalam Linux. Sebuah Tulisan Sederhana

Written By Unknown on Thursday, 13 August 2009 | 00:49



Diantara kita semua, menonton filem dari media VCD masih sering kita dapati. Penyebabnya antara lain, media distribusi filem VCD masih banyak dijumpai di rental persewaan filem.



Seringkali, kebanyakan dari kita, lebih menyukai untuk meng-copy terlebih dahulu file .DAT atau .dat yang ada di keping VCD kita, kemudian menontontonnya dengan media player. Ada yang bilang, menonton filem langsung dari keping VCD/DVD kurang nyaman, karena ada bunyi “kretek-kretek-kretek” dari optical drive DVD/CDROM.



Di platform Windows, meng-copy file .dat dari kepingVCD sangat mudah, tinggal copy-paste dari keping VCD yang ada di direktori /mpegav/avseq01.dat; avseq02.dat dan seterusnya.



Namun apa yang terjadi di Linux? Saat saya mencoba copy-paste file .dat dari keping VCD, yang terjadi adalah error! Ternyata file dat dibaca semagai image yang hanya bisa di baca secara langsung dari pemutar media Mplayer.



Apakah memang tidak bisa? Ya! Di desktop Linux, kita tidak bisa melakukan copy-paste file dat pada keping VCD! Cara satu-satunya adalah dengan melakukan ripping!



Dan salah satu aplikasi ripping VCD yang terpopuler adalah vcdimager. Vcdimager sendiri merupakan kumpulan tool untuk melakukan ripping VCD. Karena merupakan aplikasi popular, vcdimager sudah ada di repo onlie berbagai distribusi mayor, menginstalasinya sangat mudah.



Cara melakukan ripping VCD dengan vcdimager sang mudah, yaitu :

Pertama, masukan keping VCD.

Dan kedua, jalankan perintah ripping melalui terminal :

$ vcdxrip



Proses ripping VCD berdurasi satu jam yang saya lakukan, sangat singkat. Hanya berkisar satu menitan. Hasil ripping akan langsung diletakan di Home, dengan nama avseq01.mpg, avseq02.mpg, dan seterusnya. Ada juga file-file pendukung yang dihasilkan, kita bisa menghapus semuanya, karena tidak di butuhkan. Sangat mudah sekali !



Begitulah ! Selamat ber-Linux !

Menikmati Hiburan Multimedia Format : Convert flv to avi Di Linux

Written By Unknown on Thursday, 16 July 2009 | 00:57





Dalam era digital saat ini, distribusi konten hiburan digital sudah sangat beragam. Taruhlah untuk video. Begitu banyak format video yang digunakan untuk mendistribusikan konten-konten hiburan (film dan lain-lain). Permasalahannya adalah, tidak semua sistem operasi secara default mendukung format-format multimedia popular (baru), katakanlah seperti flash flv dan quicktime 3gp.



Solusinya sebenarnya mudah, cari saja aplikasi pemutar format multimedia lengkap, atau codec multimedia yang lengkap. Namun seringkali, kita tetap menginginkan menyimpan koleksi file multimedia kita dalam format tertentu, dengan tujuan, bisa dinikmati oleh banyak rekan yang lain (yang belum tentu memiliki software multimedia lengkap).



Lalu bagaiamana? Tentu mudah! Kita membutuhkan software converter untuk mengkonversi file multimedia dari format ini ke format itu, sebagai misal dari 3gp ke avi.



Di windows, aplikasi converter file multimedia cukup banyak pilihannya. Di Linux pun, walau belum banyak pilihannya, sebenarnya sangat powerful untuk software converter file multimedia. Beberapa yang terkenal adalah ffmpeg dan mencoder. Hanya saja, kedua software tersebut masih berbasis teks untuk menggunakannya, dan tentu tidak praktis!



Adakah front-end grafisnya? Ada! Kita bisa menggunakan avidemux! Adakah yang lebih simpel? Saya lebih memilih menggunakan sebuah aplikasi free untuk windows yang bernama pazera. Aplikasi ini merupakan front-end grafis dari ffmpeg untuk windows (loh!). Yah, sebenarnya pazera dikembangkan dari software Linux, tetapi justru front-end grafisnya tersedia untuk windows. Namun bukan masalah!



Pazera bisa dijalankan dengan sempurna oleh wine. Kita hanya perlu mendownload pazera (dalam bentuk zip), mengekstraksinya, dan menjalankannya dengan wine.



$ wine mp4toavi.exe

$ wine 3gptoavi.exe

$ wine flvtoavi.exe



Kenapa beda-beda? Yap! Pazera dibuat detil sesuai format yang akan di konversi, ada pazera mp4toavi, pazera flvtoavi dan pazera 3gptoavi. Cara menggunakan aplikasi ini sangat simpel sekali. Format output yang didukung adalah avi dan mpg.



Link Terkait :

Download Pazera FLV2AVI

Download Pazera MP4TOAVI

Download Pazera 3GPTOAVI

Download Pazera MOVTOAVI

Selamat ber-senang-senang dengan Linux !



Belajar Alur Pemaketan Software di Linux, Berharap Bisa Konsen dan Lebih Expert di Bidang Linux-Packaging !

Written By Unknown on Thursday, 18 June 2009 | 00:03







Satu dimensi dalam sistem operasi yang wajib ada bagi saya adalah Multimedia Center. Saya menginstalasi Mplayer GUI di Kate OS, beserta dengan Amarok dab k3b. Sayang sekali Mplayer GUI tidak juga berjalan lancar di Kate OS. Memang bisa menjalankan DVD dan semua file video lain, tetapi tidak bisa di maximize dan fullscreen. Setelah coba dan coba, terakhir saya mendapati satu front-end Mplayer yang sangat bagus yaitu Smplayer. Sangat ringan, dan memiliki fungsionalitas banyak sekali.



Persoalannya adalah, dimana saya bisa mendapatkan paket installer Smplayer untuk distribusi Slackware? Saya coba kunjungi http://www.packages.slackware.it dan saya susah mendapatkan paket Smplayer. Karena bingung saya terpikir cara praktis. Saya gunakan saja binari Smplayer milik Ubuntu.



Tanpa banyak pertimbangan, saya pun langsung mengeksekusi Smplayer yang ada di /root Ubuntu, dan muncul banyak dependensi yang kurang ( ya iyalah! ). Tanpa bingung juga saya susun sendiri daftar dependensi yang muncul, saya ambil dari librari milik ubuntu, yang ada di /usr/lib/ dan berbentuk *.so (shared object). Caranya tentu sangat manual. Setiap saya eksekusi Smplayer, akan muncul satu dependensi yang kurang, dan saya langsung cari di /usr/lib -nya ubuntu dan saya copy ke /usr/lib -nya Kate OS. Setelah itu, saya ulangi mengeksekusi Smplayer sekali lagi, nanti akan muncul satu kekurangan dependensi lagi, nanti akan saya copy lagi dependensi yang di butuhkan, begitu seterusnya hingga semua list dependensi Smplayer terpenuhi. Dan setelah semua dependensi terpenuhi, kini saya bisa menjalankan Smplayer dari Kate OS saya. Sangat menarik!



Untuk mengintegrasikan Smplayer ke menu (GNOME/KDE), saya pun hanya meng-coy konfigurasi menu dari /root -nya Ubuntu. Letaknya ada di /usr/share/applications/smplayer.desktop. Agar lebih pas dengan sistem Kate OS, saya edit terlebih dahulu file konfigurasi Smplayer tersebut :



$ gedit smplayer.desktop



Saya hanya mengubah baris 'icon',

Icon=smplayer

Karena saya tidak menginstalasi Smplayer dari package Slack, maka tidak akan ada icon Smplayer di sistem, jika tak ada icon, tentu akan kelihatan jelek di menu ^_^`

Oleh karena itu, saya ganti baris icon menjadi,

Icon=mplayer

Setelah di edit, saya copy konfigurasi smplayer.desktop ke /usr/share/applications di Kate OS, dan sekarang, saya bisa mendapatkan Smplayer di Kate OS, tanpa perlu susah mencari paket slack-nya.



Keberhasilan kecil percobaan saya tersebut sangat membantu saya dalam memahami alur pemaketan dan pendistribusian software di Linux. Saya sangat bermimpi suatu saat saya bisa mendirikan sebuah proyek software-porting dan re-package agar semua user Linux dengan distribusi apapun dimanapun, bisa menginstalasi software opsional Linux dengan lebih mudah dan simpel (hyufff!).



Sebagai catatan, dari sekian banyak front-end Mplayer yang ada, saya dapati memang yang terbaik adalah Smplayer. Front-end untuk KDE 4, tapi sangat ringan untuk di jalankan. Sebenarnya pada waktu-waktu terdahulu, saya tidak pernah bermasalah dengan Mplayer GUI, tetapi pada versi-versi terakhir, saya mendapati banyak error yang tidak jelas (dan saya tidak paham). Menggunakan Mplayer command line jelas sangat tidak praktis, maka saya mencoba-coba beberapa front-end Mplayer yang ada dan mendapati Smplayer adalah yang terbaik.



Are You Ready to Amarok ?

Written By Unknown on Monday, 15 June 2009 | 05:20




Saya sering merasa aneh sendiri. Dalam keseharian, saya adalah pengguna GNOME dan XFCE, tetapi saya sangat menyukai aplikasi-aplikasi KDE. Amarok, K3B, Kid3, Krita, Kchmviewer, SMPlayer. Entah mengapa bagi saya aplikasi KDE (dan desktop KDE sendiri) terlihat sangat elegan, profesional dan taste 'Linux' sekali. Sayang sekali konsumsi memory yang lumayan boros membuat saya jarang menggunakan desktop KDE untuk 'everyday using'.

Walaupun begitu, saya tetap dan hampir selalu menggunakan aplikasi-aplikasi KDE untuk menyelsaikan pekerjaan sehari-hari. Dan yang membuat saya gembira adalah, standar desktop KDE terbaru yang ditulis dengan Qt4 yaitu KDE 4, membawa versi terbaru dari aplikasi-aplikasinya.


Sorotan saya yang paling utama tentu pada Amarok. Aplikasi Music Organizer paling powerful di desktop Linux. Jika di Amarok 1.4 (versi stabil terakhir untuk standar desktop KDE 3.5) ada banyak fitur mumpuni, bagaimana dengan Amarok 2 ? Dari splash screen Amarok 2, ada satu kalimat yang sangat provokatif dan 'anak muda' sekali : Are you ready to Amarok?


Secara keseluruhan, fitur yang dibawa Amarok 2 masih sama dengan Amarok 1.4. Perbedaan utama hanya ada pada peletakan window dan interface secara keseluruhan. Sidepane pilihan 'Contents' di hilangkan, dan di ganti dengan 'Contents' di bagian tengah window, yang berisi informasi artis-album-music art. Kemudian tombol play-pause-next-previous yang lebih elegan. Secara keseluruhan, Amarok 2 sangat elegan dan lebih powerful. Hanya saja memang, sebagai bagian dari KDE 4, Amarok 2 cukup 'boros' memory. Di lihat dari gnome-system-monitor, di situ terbaca Amarok 2 memakan memory sebesar sekitar 44 MB. Walaupun dari statistik terlihat boros memory, tapi dari kinerja riil, Amarok 2 sama sekali tidak terasa berat.


Amarok 2 sendiri merupakan bundel paket KDE 4. Distribusi besar yang menggunakan atau menyertakan paket KDE 4 dalam distribusinya, pasti menyertakan Amarok 2 dalam repositorinya atau dalam bundel desktopnya. Katakanlah Debian, Ubuntu, Mandriva, openSUSE dan Fedora. Bagi kita pengguna distribusi besar tersebut, dapat menginstalasi Amarok 2 dengan sangat mudah.

Jadi, Are You Ready to Amarok?





Kreativitas Itu Tak Pantas Mati

Written By Unknown on Friday, 29 May 2009 | 19:17





Linux adalah sistem operasi yang membawa konsep lisensi GPL. Lisensi GPL ini terimplemntasi juga dalam format untuk kebutuhan lain. Untuk format dokumen tertulis, Linux membawa format ODF dengan ekstensi .odt, yang merupakan format dokumen default untuk aplikasi office suite paling populer OpenOffice.org.



Untuk kebutuhan lain pun sama. Jika format distribusi audio yang paling populer adalah mp3, maka Linux mempunyai format tersendiri sebagai implementasi dari GPL, yaitu ogg vorbis. Format video yang di bawa linux pun sama, yaitu ogv dan ogg.



Permasalahannya tentu saja, sangat sedikit distributor atau developer konten hiburan yang memaketkan produk hiburannya dalam format ogg vorbis (audio dan video). Padahal, kebanyakan distribusi besar Linux, tidak memaketkan pemutar multimedia untuk format populer semacam mp3. Lalu gimana?



Its simple! Kita hanya perlu sebuah converter! Dan ada banyak converter audio-video ke format ogg. Untuk converter video-to-ogg, ada aplikasi bernama 'oggconvert', sedangkan untuk aplikasi 'audio/video-to-audioogg', ada aplikasi soundconverter. Interface kedua aplikasi tersebut sangat simpel sekali. Kita hanya perlu memasukan direktori atau file audio/video kita dan memilih direktori tujuan. Tekan 'convert' dan semua berjalan mudah!



Format yang di dukung oggconvert dan soundconverter, sangat banyak. (Mungkin) hampir semua format populer saat ini, bisa di konversi ke ogg vorbis. Untuk soundconverter sendiri, tidak hanya mampu mengkonversi file audio semacam mp3, tetapi bisa juga mengkonversi berbagai file video semacam Flash flv.



Secara keseluruhan, sangat memuaskan dan mengasyikan!



Selamat ber-Linux!

Linux Tanpa Internet? Siapa Takut?

Written By Unknown on Tuesday, 1 July 2008 | 18:09




Masalah utama bagi para pengguna pemula Ubuntu adalah : tidak bisa memutar VCD/DVD dan juga koleksi MP3. Ada Rhythmbox untuk manajemen musik, dan juga Totem sebagai default video player. Tapi tetap saja kedua aplikasi tersebut hanya mau memutar format-format open source yang sangat asing dan jarang digunakan.


Solusinya adalah : instal w32codecs sebagai codec multimedia komplit, dan install Mplayer sebagai default video player baru. Kemudian install XMMS sebagai music player yang baru.
Banyak forum-forum ubuntu di internet membahas hal tersebut, namun (setahu saya) semuanya menggunakan solusi online. Artinya, untuk menambah paket-paket tersebut, komputer ubuntu kita harus terhubung ke internet. NAH, DI SINI LAH MASALAH TERBESAR PERKEMBANGAN LINUX DI INDONESIA!


Sebagian besar pengguna komputer di negeri kita, belum terhubung ke internet. Masalahnya simpel, langganan internet (dalam paket apapun) masih tergolong kebutuhan yang mahal, dan masih sangat sedikit yang sudah mempunyai koneksi internet.


Padahal, solusi di forum-forum ubuntu di internet semuanya merujuk pada solusi online, bagaimana ini? JANGAN TAKUT! SEMUA ADA SOLUSINYA!
Baiklah, mari kita cari solusi itu!


Pertama, cari dan download paket w32codecs di internet.dari hasil searching saya, saya menemukan alamat server yang menyediakan w32codecs adalah sebagai berikut :
http://packages.medibuntu.org/pool/non-free/w/w32codecs/
Setelah masuk link di atas, ada daftar paket w32codecs dalam berbagai versi dan rilis. Downlodlah rilis yang terbaru (ada nama dengan rilis sesuai tanggal).


Kemudian, download Mplayer dan XMMS di repositori resmi ubuntu, yang beralamat di packages.ubuntu.com. Setelah masuk, carilah paket Mplayer dan XMMS di form search, setelah itu muncul daftar banyak paket yang dibutuhkan, komplit dengan semua dependency-nya. Sangat rumit, tapi tidak perlu bingung! Cari saja paket utama installer-nya, downloadlah paket itu.


Setelah terdownload, taruh semua pkaet download tadi di home, lalu install semua paket di atas, dengan perintah sudo dpkg -i *.deb


W32codecs akan lancar diinstall, tapi Mplayer dan XMMS pasti akan error, karena begitu banyak dependensi yang belum ada. Nah, disini kita harus telaten sedikit. Ambil selembar kertas, catat semua paket dependensi yang belum ada tersebut, lalu kita kembali ke warnet, dan download-lah semuanya satu per satu secara manual dari repositori resmi ubuntu.
Setelah semua terdownload, taruh di home, dan install ulang dengan sudo dpkg -i *.deb


Nah, sekarang ubuntu kita sudah siap memutar bermacam-macam file multimedia.
Untuk jaga-jaga, dan agar sewaktu-waktu diperlukan lagi, kumpulkan paket multimedia yang sudah kita download tadi ke dalam satu direktori, kemudian burn-lah ke CD, sehingga kapan2 kita butuh, tinggal di install.


Jadi, Linux tanpa koneksi internet, SIAPA TAKUT?


 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Turorial Grapich Design and Blog Design - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger