Latest Post

Make Marketing Interesting.

Written By Unknown on Monday, 29 June 2009 | 01:37

The resurgence of sales that follows an artist's death is just one example of the social aspect of consumption. Output that has been ignored in recent years suddenly become hugely popular and Amazon sales rise 700-fold.

It's all a timely confirmation of a recent New Scientist article that discusses the longevity of performers' careers extending beyond their peak. The reason? People are social animals who like/need to share common ground.

The human desire to find common ground in conversation pushes us to discuss already popular people.

The long tail of marketing is not one of low sales across a wide range of products, it's a long tail of continued sales across a wide range of time. Making your marketing interesting now will ensure that it remains interesting long into the future.

Modem CDMA Venus VT 21 at Ubuntu Desktop : Its very easy to use!

Written By Unknown on Saturday, 27 June 2009 | 05:16





Kemarin ada rekan yang bertanya tentang menggunakan modem dial-up CDMA dengan merek Venus VT 21 pada desktop Ubuntu Jaunty.



Setelah googling, ternyata Modem dial-up CDMA Venus VT 21 sudah terdeteksi secara native pada desktop Ubuntu. Kita hanya perlu menginstalasi aplikasi wvdialconf atau Gnome PPP. Karena saya lebih nyaman bekerja pada desktop, maka saya gunakan Gnome PPP.



Pertama, tentu kita harus menginstalasi Gnome PPP. Paling praktis menggunakan apt. Andai kita menggunakan notebook, kita bisa mengakses repositori online dengan fasilitas hotspot yang banyak tersebar di pusat perbelanjaan atau tempat hiburan lain. Cara kedua adalah kita bisa nebeng ke jaringan internet wired milik rekan, dan mencolok sebenar CPU kita untuk mengakses repo online Ubuntu.



Bagaimana kalau kita tidak punya akses internet sama sekali? Jalan lain yang paling praktis adalah membeli DVD repositori ubuntu, yang banyak di tawarkan oleh distributor produk CD/DVD Linux yang banyak tersebar di Indonesia. Cara yang terakhir, adalah kita pergi ke warnet dan mendownload paket Gnome PPP beserta dependesinya, di Ubuntu Repositori.



Instalasi dari apt :

Buka konfigurasi list mirror repositori Ubuntu kita :

$ sudo gedit /etc/apt/sources.list

Hapus saja daftar mirror default Ubuntu, karena letaknya cukup jauh dari Indonesia dan cukup lambat untuk di akses, gunakan saja mirror repository online ubuntu terdekat yang ada di Indonesia.

$ sudo apt-get install gnome-ppp

*) Mirror Ubuntu yang ada di Indonesia adalah (yang sering saya pakai) :

deb http://mirror.its.ac.id/ubuntu jaunty main multiverse restricted universe

(kalau kita menggunakan hardy, atau intrepid, tinggal ganti jaunty menjadi versi kita)

Cara menggunakannya sangat simpel. Pertama kita hanya perlu menancapkan Modem Venus VT 21 kita. Kedua, buka GNOME PPP dari menu Internet>Gnome PPP. Pada Gnome PPP, masuk ke setup, dan pilih button “Detect”. Modem kita akan terdeteksi dengan spesifikasi sebagai berikut :



Device : /dev/ttyACM0

Type : Analog Modem

Speed : 460800



Setelah terdeteksi, kita close setup, dan tinggal memasukan username, password dan phone number dari penyedia jaringan yang kita gunakan. Terakhir tinggal tekan “connect”, dan apabila kartu CDMA kita masih memiliki pulsa yang cukup untuk berkoneksi, maka kita sudah bisa menggunakan modem CDMA Venus VT 21 di desktop Ubuntu.



Begitulah !



Selamat ber-Linux !

The Feel Of A Name

Written By Unknown on Wednesday, 24 June 2009 | 16:39

A woman was explaining to me tonight how the url of her new venture was pleasing to type in the sense of the relative movements of either hand.

This had occurred by luck rather than design, but it makes one think. I'm personally a little sceptical about the positive impact of a product or service name - unless it is a spectacularly good one. But making it easy/fun to type might be a clever reinforcer and a way to utilise the impact of the sense of touch in a previously unconsidered way.

Holding Out For A Hero's Story.

Written By Unknown on Thursday, 18 June 2009 | 23:56


Intel's latest campaign takes the idea of creating a story to heart by looking at the concept of hero/rock-star in a different way and thereby differentiating their tone of voice.

Belajar Alur Pemaketan Software di Linux, Berharap Bisa Konsen dan Lebih Expert di Bidang Linux-Packaging !







Satu dimensi dalam sistem operasi yang wajib ada bagi saya adalah Multimedia Center. Saya menginstalasi Mplayer GUI di Kate OS, beserta dengan Amarok dab k3b. Sayang sekali Mplayer GUI tidak juga berjalan lancar di Kate OS. Memang bisa menjalankan DVD dan semua file video lain, tetapi tidak bisa di maximize dan fullscreen. Setelah coba dan coba, terakhir saya mendapati satu front-end Mplayer yang sangat bagus yaitu Smplayer. Sangat ringan, dan memiliki fungsionalitas banyak sekali.



Persoalannya adalah, dimana saya bisa mendapatkan paket installer Smplayer untuk distribusi Slackware? Saya coba kunjungi http://www.packages.slackware.it dan saya susah mendapatkan paket Smplayer. Karena bingung saya terpikir cara praktis. Saya gunakan saja binari Smplayer milik Ubuntu.



Tanpa banyak pertimbangan, saya pun langsung mengeksekusi Smplayer yang ada di /root Ubuntu, dan muncul banyak dependensi yang kurang ( ya iyalah! ). Tanpa bingung juga saya susun sendiri daftar dependensi yang muncul, saya ambil dari librari milik ubuntu, yang ada di /usr/lib/ dan berbentuk *.so (shared object). Caranya tentu sangat manual. Setiap saya eksekusi Smplayer, akan muncul satu dependensi yang kurang, dan saya langsung cari di /usr/lib -nya ubuntu dan saya copy ke /usr/lib -nya Kate OS. Setelah itu, saya ulangi mengeksekusi Smplayer sekali lagi, nanti akan muncul satu kekurangan dependensi lagi, nanti akan saya copy lagi dependensi yang di butuhkan, begitu seterusnya hingga semua list dependensi Smplayer terpenuhi. Dan setelah semua dependensi terpenuhi, kini saya bisa menjalankan Smplayer dari Kate OS saya. Sangat menarik!



Untuk mengintegrasikan Smplayer ke menu (GNOME/KDE), saya pun hanya meng-coy konfigurasi menu dari /root -nya Ubuntu. Letaknya ada di /usr/share/applications/smplayer.desktop. Agar lebih pas dengan sistem Kate OS, saya edit terlebih dahulu file konfigurasi Smplayer tersebut :



$ gedit smplayer.desktop



Saya hanya mengubah baris 'icon',

Icon=smplayer

Karena saya tidak menginstalasi Smplayer dari package Slack, maka tidak akan ada icon Smplayer di sistem, jika tak ada icon, tentu akan kelihatan jelek di menu ^_^`

Oleh karena itu, saya ganti baris icon menjadi,

Icon=mplayer

Setelah di edit, saya copy konfigurasi smplayer.desktop ke /usr/share/applications di Kate OS, dan sekarang, saya bisa mendapatkan Smplayer di Kate OS, tanpa perlu susah mencari paket slack-nya.



Keberhasilan kecil percobaan saya tersebut sangat membantu saya dalam memahami alur pemaketan dan pendistribusian software di Linux. Saya sangat bermimpi suatu saat saya bisa mendirikan sebuah proyek software-porting dan re-package agar semua user Linux dengan distribusi apapun dimanapun, bisa menginstalasi software opsional Linux dengan lebih mudah dan simpel (hyufff!).



Sebagai catatan, dari sekian banyak front-end Mplayer yang ada, saya dapati memang yang terbaik adalah Smplayer. Front-end untuk KDE 4, tapi sangat ringan untuk di jalankan. Sebenarnya pada waktu-waktu terdahulu, saya tidak pernah bermasalah dengan Mplayer GUI, tetapi pada versi-versi terakhir, saya mendapati banyak error yang tidak jelas (dan saya tidak paham). Menggunakan Mplayer command line jelas sangat tidak praktis, maka saya mencoba-coba beberapa front-end Mplayer yang ada dan mendapati Smplayer adalah yang terbaik.



Back to the /root, tryin Slackware !

Written By Unknown on Wednesday, 17 June 2009 | 23:55





Setelah puas berkutat dengan Ubuntu, Mandriva, openSUSE dan Fedora, satu distribusi yang belum saya 'pergauli' adalah Slackware. Karena tuntutan diri sendiri, akhirnya saya tak tahan lagi untuk mencoba Slackware, dan memutuskan menginstalasi satu distribusi turunan Slackware yaitu Kate OS.



Sebagai distribusi 'anak' Slackware, tentu saja Kate OS memiliki pengaturan yang sama. Proses instalasi dengan ncurses. Beberapa perhatian yang mungkin di perhatikan bagi kita yang baru pertama mencoba menginstalasi Slackare (mungkin) adalah :

>> Partisi / Swap <<

Pada setup pertama instalasi, kita jangan langsung menuju pengaturan TARGET pemartisian /root, tetapi harus menseting partisi untuk swap terlebih dahulu. Karena ke-belum-tahuan saya, saya tidak menseting swap (karena saya anggap sudah di seting otomatis), adalah setelah proses instalasi selesai dan masuk sistem, tidak ada swap sama sekali (swap tidak terdeteksi).

Karena hal itu, saya ulangi lagi instalasi dari awal, dan ternyata jika pada proses instalasi kita langsung menuju bagian pemilihan partisi untuk swap, secara otomatis kita akan di bawa ke bagian pemartisian untuk /root. Jadi, yang terpenting adalah pemilihan/pembuatan partisi swap.

>> Paket <<

Ada pilihan 'full instalation' dan 'user mode'. Jika kita malas memilah-milah, tentu lebih gampang menggunakan pilihan 'full' dengan tentu saja akan memakan hardisk kita lebih banyak. Pilihan 'user mode' terkesan agak rumit tapi sebenarnya tidak terlalu rumit karena kita hanya perlu memilih paket yang kita butuhkan dan tidak.

>> Post Instalasi <<

Setelah proses setup bagian instalasi paket selesai, kita akan di bawa masuk ke bagian setup post-installation. Setup umum instalasi Linux, memasukan password dan user. Satu hal yang terpenting adalah pada saat pengaturan runlevel, kita harus memilih runlevel 4, karena kita menggunakan Linux dengan desktop. Selain itu, ada juga pengaturan skrip/modul yang dijalankan pada runlevel. Sebaiknya kita membuang modul yang tidak perlu untuk tidak dijalankan pada runlevel agar booting lebih cepat. Salah satu yang bagi saya tidak perlu adalah meload modul wine pada runlevel. Selain itu, saya mendapati satu masalah dengan modul CUPS, dimana jika saya enable, saya tidak bisa masuk sistem dan berhenti pada proses booting bagian loading CUPS. Akhirnya karena hal ini, saya menginstalasi ulang Kate OS dari awal, dan pada bagian ini saya membuang modul CUPS pada daftar modul yang di load di waktu booting/runlevel.

>> XDM <<

Pada bagian post-instalasi, ada bagian pemilihan Display Manager apa yang akan digunakan. Secara default Kate OS menggunakan Slim. Jika kita menginstalasi paket desktop GNOME dan KDE, ada pilihan menggunakan GDM dan KDM. Ada baiknya karena kita lebih terbiasa dengan dua desktop tersebut, kita memilih GDM atau KDM agar lebih 'handle-able' bila nanti terjadi permasalahan. Selian itu, ada satu bug (atau kesalahan yang tidak terlalu saya pahami) yaitu bila saya menggunakan XDM Slim dan menggunakan desktop GNOME, nantinya pilihan Shutdown tidak muncul di menu GNOME. Karena permasalahan itu juga, saya instalasi ulang Kate OS dari awal, dan saya akhirnya memilih GDM sebagai XDM default. Lebih familiar dan lebih mudah ditangani.

>> Software <<

By default, Kate OS yang saya instalasi yaitu Kate OS 3.6, hanya menyertakan OpenOffice.org 2.2. Kalau menginginkan OpenOffice.org 3, tentu harus download dari situsnya. Dan satu catatan yang saya dapati adalah, package management Slackware tidak bisa menginstalasi paket hasil konversi dari .deb atau .rpm dengan tool Alien. Karena saya hanya memiliki paket OpenOffice.org 3 berupa RPM dan DEB, akhirnya saya hanya meng-copy modul instalasi OpenOffice.org 3 dari direktori /opt Ubuntu dan saya copy ke direktori /opt Kate OS, dan saya tinggal menginstalasi desktop-integration Slackmenu, dan semua beres! Package management Slackware di kenal sederhana, dan di kenal tidak banyak aturan-aturan seperti pada package management yang lain. Kita bisa leluasa mengutak-atik sistem, dengan konsekunsi yang sama, kita tidak akan mendapati otomatisasi pesan error tentang dependensi dalam proses instalasi software.



Begitulah sekelumit percobaan eksplorasi Slackware. Masih begitu banyak hal yang bisa kita eskplorasi dari sistem desktop Linux !



Selamat ber-Linux !

Storyspace Is the New Airtime.

Written By Unknown on Tuesday, 16 June 2009 | 03:42

Marketers have traditionally spent a lot of their budget on obtaining airtime or its equivalent in various media. Exposure was deemed to be the direct route to attention and maybe interest.

Purefold suggests the provocative alternative of focussing one's budget on acquiring as big a share of the "storyspace" as possible.

Their stories are creative-commons-protected, crowd-sourced ideas centred upon subjects suggested and sponsored by businesses. Yours don't need to be. But you do need to have stories around which a crowd will congregate.

Are You Ready to Amarok ?

Written By Unknown on Monday, 15 June 2009 | 05:20




Saya sering merasa aneh sendiri. Dalam keseharian, saya adalah pengguna GNOME dan XFCE, tetapi saya sangat menyukai aplikasi-aplikasi KDE. Amarok, K3B, Kid3, Krita, Kchmviewer, SMPlayer. Entah mengapa bagi saya aplikasi KDE (dan desktop KDE sendiri) terlihat sangat elegan, profesional dan taste 'Linux' sekali. Sayang sekali konsumsi memory yang lumayan boros membuat saya jarang menggunakan desktop KDE untuk 'everyday using'.

Walaupun begitu, saya tetap dan hampir selalu menggunakan aplikasi-aplikasi KDE untuk menyelsaikan pekerjaan sehari-hari. Dan yang membuat saya gembira adalah, standar desktop KDE terbaru yang ditulis dengan Qt4 yaitu KDE 4, membawa versi terbaru dari aplikasi-aplikasinya.


Sorotan saya yang paling utama tentu pada Amarok. Aplikasi Music Organizer paling powerful di desktop Linux. Jika di Amarok 1.4 (versi stabil terakhir untuk standar desktop KDE 3.5) ada banyak fitur mumpuni, bagaimana dengan Amarok 2 ? Dari splash screen Amarok 2, ada satu kalimat yang sangat provokatif dan 'anak muda' sekali : Are you ready to Amarok?


Secara keseluruhan, fitur yang dibawa Amarok 2 masih sama dengan Amarok 1.4. Perbedaan utama hanya ada pada peletakan window dan interface secara keseluruhan. Sidepane pilihan 'Contents' di hilangkan, dan di ganti dengan 'Contents' di bagian tengah window, yang berisi informasi artis-album-music art. Kemudian tombol play-pause-next-previous yang lebih elegan. Secara keseluruhan, Amarok 2 sangat elegan dan lebih powerful. Hanya saja memang, sebagai bagian dari KDE 4, Amarok 2 cukup 'boros' memory. Di lihat dari gnome-system-monitor, di situ terbaca Amarok 2 memakan memory sebesar sekitar 44 MB. Walaupun dari statistik terlihat boros memory, tapi dari kinerja riil, Amarok 2 sama sekali tidak terasa berat.


Amarok 2 sendiri merupakan bundel paket KDE 4. Distribusi besar yang menggunakan atau menyertakan paket KDE 4 dalam distribusinya, pasti menyertakan Amarok 2 dalam repositorinya atau dalam bundel desktopnya. Katakanlah Debian, Ubuntu, Mandriva, openSUSE dan Fedora. Bagi kita pengguna distribusi besar tersebut, dapat menginstalasi Amarok 2 dengan sangat mudah.

Jadi, Are You Ready to Amarok?





Yang Serba 'Mudah' di Desktop Linux : Konfigurasi Repositori Lokal di Mandriva Linux

Written By Unknown on Sunday, 14 June 2009 | 01:56







Mandriva Linux adalah salah satu pemain senior dalam hal desktop Linux. Keindahan desktop dan kemudahan penggunaan adalah nilai jual utama Mandriva Linux. Selain itu distribusi ini juga menyertakan kumpulan driver hardware yang lengkap dalam bundel distribusinya. Tidak heran jika ada beberapa distribusi yang di turunkan dari Mandriva Linux, yang pada akhirnya juga menjadi distribusi yang populer, sebagai contoh adalah PCLinuxOS.



Walaupun secara keseluruhan manajemen sistem desktop Mandriva cukup mudah, ada satu pertanyaan simpel yang perlu dibahas, yaitu bagaimana cara menambahkan repositori lokal di Mandriva untuk dipakai dalam hal manajemen software?



Manajemen software Mandriva sama sekali tidak sulit. Sama seperti distribusi besar lain, cara kerja manajemen repositori paket Mandriva memiliki alur kerja sebagai berikut :



media_info > metadata / database paket RPM yang ada dalam repositori. Letaknya satu folder dengan kumpulan paket RPM yang ada dalam sebuah repositori. Metadata ini sama persis fungsinya dengan repodata milik keluarga Fedora/Red Hat dan Packages.gz milik keluarga Debian.

urpmi > merupakan manajemen software utama Mandriva Linux.



Akan lebih mudah kalau kita mempunyai repositori lokal (misal DVD) yang telah di lengkapi metadata, tetapi walau belum pun, membuat metadata urpmi milik Mandriva sangatlah sederhana. Berikut langkah-langkah konfigurasi dan penggunaan repositori lokal di Mandriva Linux :



Pertama, buat terlebih dahulu metadata repositori. Caranya, kita masuk ke direktori yang berisi kumpulan paket RPM :



$ cd folder_kita

$ su

# genhdlist



Kedua, masukan repositori lokal kita, dengan cara yang sangat simpel sekali :



# urpmi.addmedia nama_repo_terserah_kita file://lokasi_repo

misal :

# urpmi.addmedia repo_lokalku file://home/alwan/repo



Setelah itu, langkah terakhir kita tinggal menginstalasi paket yang kita inginkan. Bisa dengan perintah urpmi dari terminal :



# urpmi nama_paket



Bisa juga instalasi paket dari Mandriva Control Center (yang juga sangat praktis). Di Mandriva Control Center, semua sudah tersedia. Jika kita telah menambahkan lebih dari satu alamat repositori lokal, kita bisa memilih repositori lokal mana yang akan di gunakan (enable) atau yang di non-aktifkan untuk sementara (disable).



Begitulah! Sangat-sangat simpel sekali!



Selamat ber-Linux !



Melepas Lelah dengan Penguin !







Seringkali kita mendapai kesuntukan dalam bekerja di depan komputer. Ada banyak pilihan untuk sedikit menghibur diri dengan desktop Linux kita. Kalau kita ada koneksi internet, tentu kita bisa ber-facebook atau googling mencari bacaan-bacaan ringan. Alternatif lain (dan kalau kita tak ada koneksi internet) adalah bermain game.



Di lingkungan desktop Linux, ada banyak sekali pilihan game, baik yang ringan maupun yang agak berat. Salah satu game yang cukup saya sukai karena keringanannya dan ke-lucu-annya adalah Frozen Bubble! Game ini hampir mirip dengan jenis-jenis game Zuma Deluxe, cuma tokoh yang ada adalah si maskot Linux Tux Penguin dengan versi wajah yang lebih imut.



Permainan Frozen Bubble sangat sederhana. Kita hanya perlu menembakan bola dengan warna yang sesuai dengan deretan bola yang keluar dari atas. Mirip dengan Zuma. Letak kesegaraanya tentu pada tokoh Tux yang menembakan bola dengan tuas. Ekspresi khas kartun Tux yang memang menjadi daya tarik tersendiri bagi Linux!



Game ini ada di repositori distribusi besar. Bahkan distribusi Mandriva Linux, menyertakan game ini dalam DVD installer default bundel mereka.



Cukup menyegarkan untuk mengisis kekosongan jam penat kita!



Lagi : Tentang Pilihan dan Konsep Distro



Lagi! Setelah saya berhasil menginstalasi OpenOffice.org 3.0 di Mandriva 2008, saya berhasil juga melakukan hal yang sama di Mandriva Spring 2007.1. Prosesnya pun sama, kita hanya perlu meng-uninstalasi terlebih dahulu paket OpenOffice.org yang ada di sistem, kemudian kita menginstalasi yang baru, yang kita dapat dari situs OpenOffice.org.



Bukan sesuatu yang besar, tetapi ada satu pesan kecil yang ingin saya selipkan di sini. Kalau kita tidak memiliki koneksi internet di rumah, hemat saya adalah, kita tidak perlu terlalu sering melakukan upgrade atau copot-pasang instalasi desktop Linux. Selain melelahkan, resiko kehilangan data, dan juga ada kemungkinan memperpendek masa ekonomis hardisk.



Alasan yang sebenarnya sangat sederhana, aplikasi-aplikasi opsional yang kita butuhkan (katakanlah OpenOffice.org), sekarang sudah dapat kita upgrade dengan cara yang mudah, tanpa harus melakukan upgrade keseluruhan sistem. Selama tidak ada masalah dengan hardware, tidak ada alasan bagi kita untuk terlalu sering ganti-copot-pasang desktop Linux di komputer kita.



Begitulah! Selamat ber-Penguin !



What Do You Want Your Customers To Say?

Written By Unknown on Friday, 12 June 2009 | 07:50


You're in a restaurant. You've been served and are eating your meal. Your table is then approached by a waiter/waitress and you can be asked one of two questions.

1) Is everything OK?

2) Is there anything else I can help you with?

Unless you're particularly belligerent or annoyed, your response to the first will probably be a polite "yes, thank you" regardless of the situation. You'll feel faintly patronised and the establishment will learn nothing about how to improve their service nor understand why you don't return.

Always ask questions that give you meaningful answers. You may not always like them, but it's far preferable to sticking your head on the sand.

Berbagi Binari Executable Dalam Satu Komputer





Alkisah baru-baru ini saya menginstalasi Mandriva Linux 2008 untuk 'menemani' Ubuntu 8.04 yang 'kesepian' karena sendiri di komputer saya. Seperti yang sudah-sudah, Mandriva memang distro yang sangat 'desktop oriented'. Tampilan boot splash dan desktop yang serba biru laut dan kelihatan sangat elegan.



Permasalahan utamanya adalah, saya tidak mempunyai kumpulan paket repositori yang lengkap. Padahal, saya sangat menyukai aplikasi-aplikasi tertentu yang ternyata tidak saya temukan dalam DVD instalasi standar Mandriva Linux 2008.



Di tengah kebingungan itu saya iseng me-mount partisi Ubuntu dan membuka direktori binari. Saya iseng juga mengeksekusi kumpulan binari milik ubuntu tersebut dan ternyata bisa di eksekusi! Wah!



Tanpa pikir panjang, saya langsung memasukan partisi ubuntu ke fstab, kemudian saya membuat symbolic link binari aplikasi yang ada di ubuntu ke direktori binari Mandriva Linux saya. Saya memakai sampel sebuah aplikasi graphic-editing kecil dan powerful bernama kolourpaint. Sebagai contoh, saya meletakan direktori mount partisi ubuntu di /media/ubuntu



$ su

# ln -s /media/ubuntu/usr/bin/kolourpaint /usr/bin/kolourpaint



Untuk mengintegrasikan symbolic link kolourpaint ke menu Mandriva, kita tinggal mengcopy file konfigurasi launcher kolourpaint dari partisi ubuntu yang terletak di /media/ubuntu/usr/share/applications/kde/kolourpaint.desktop.



$ su

# cp /media/ubuntu/usr/share/applications/kde/kolourpaint.desktop /usr/share/applications



Sekarang kita masuk ke GNOME/KDE menu, dan aplikasi 'baru' kita sudah terintegrasi di menu. Sangat mudah dan simpel!



Kesimpulan yang bisa di ambil adalah, jika kita memiliki lebih dari satu desktop Linux dalam satu komputer, kita bisa saling berbagi binari aplikasi dan tentu akan lebih mudah karena kita sering menemui kesulitan menemukan paket software yang spesifik untuk suatu distribusi Linux yang kita gunakan!



Selamat ber-Linux ! ^_^



Tidak Serumit Yang Dikira, Walau Belum Sesimpel Windows! Upgrade OpenOffice.org 3 di Linux Lama











OpenOffice.org adalah salah satu aplikasi office suite open source paling terkenal saat ini, terutama di lingkungan desktop Linux dan Free-Unix. Bahkan, di sebagian besar distribusi Linux dan free-unix, OpenOffice.org dijadikan software office suite default yang dibundel dengan paket distribusi.



Namun, ada satu kondisi dalam sistem pendistribusian software di lingkungan desktop Linux yang mungkin terasa janggal bagi pengguna baru desktop Linux. Karena banyaknya variabilitas software dan sangat cepatnya siklus development software di Linux, dalam dunia Linux, alur dan motode pendistribusian software jadi terasa agak ribet. Karena variabilitas software yang begitu banyak, dan banyak software dalam Linux yang dikembangkan dari software yang lain dan seterusnya. Pada akhirnya, pengembangan sotfware di Linux menjadi rantai yang berurutan dan menciptakan banyak ketergantungan-ketergantungan antar paket software.



Dan yang paling repot adalah, developer paket ini dan itu yang saling bergantung, adalah orang atau tim yang berbeda dan tidak berada dalam satu atap atau satu tim development. Inilah inti dari sistem Linux, komunitas! Paket software dikembangkan secara 'keroyokan' oleh banyak orang atau tim yang berbeda, dimana antara paket software ini dan itu berhubungan, karena paket itu di bangun dengan menggunakan paket ini dan yang lainnya. Terkesan rumit memang!



Akibat dari alur development software di Linux itulah, user sering mengalami kesulitan saat ingin melakukan upgrade versi software yang ada dalam desktop Linux mereka. Setiap distribusi Linux yang ada, membangun kumpulan paket software sendiri yang sesuai dengan sistem distribusi Linux mereka yang juga beragam (versi rilisnya). Dalam satu lingkup distribusi Linux tertentu saja, antara versi paket software untuk versi rilis distribusi yang ini, tidak cocok untuk dipakai di versi rilis distribusi yang itu, dan sebaliknya! Hwaduh! Repyot sekali! Jika user ingin melakukan upgrade versi software tertentu, kemungkinan besar harus juga melakukan upgrade seluruh sistem desktop miliknya. Penyebabnya tak lain adalah versi software yang ingin di upgrade membutuhkan satu paket dasar yang juga di butuhkan oleh semua software yang ada! Memang ada teknik lain semisal melakukan symblic link terhadap paket paling dasar yang di butuhkan oleh software yang ingin di upgrade, tetapi prosesnya lebih melelahkan!



Dalam banyak kesempatan, saya sering berpikir, alangkah indahnya kalau nanti sistem Linux dengan distribusi softwarenya lebih terstandarisasi. Upgrade software ini-itu lebih mudah dan independen. Atau paling tidak, user di berikan pilihan, untuk melakukan upgrade keseluruhan, atau menggunakan versi paket software / library 'seadanya' dengan kemungkinan operasional paket yang tidak maksimum.



Walau terkesan rumit, tapi tidak bisa di pungkiri, keberagaman dalam dunia Linux adalah kunci dan inti dari perekembangan Linux itu sendiri. Dan beberapa development software besar di dunia Linux menyadari hal itu. Mereka lebih memilih memaketkan software secara 'independen' dengan membawa semua paket library yang dibutuhkan dalam distribusi binary installer software mereka. Salah satu yang sudah melakukan itu adalah Sun Microsystem. Sebagai pengembang utama OpenOffice.org, sekarang sudah memaketkan paket OpenOffice.org secara independen. Jika kita mendownload versi terbaru untuk keluarga distribusi Linux kita (RPM, Debian atau Slackware), kita bisa melakukan instalasi dengan sangat mudah, tentu saja dengan manajemen sotfware milik distribusi Linux yang kita gunakan. Semua paket yang dibutuhkan sudah di bundel, termasuk Java Runtime Environtment.



Sebagai sampel, kali ini saya ingin bercerita mengenai upgrade OpenOffice.org 3.0 di desktop Mandriva Linux 2008 saya. Langkahnya sangat simpel sekali.



Pertama, tentu kita harus download bundel installer OpenOffice.org 3.0 versi RPM di situsnya. Kita akan mendapatkan archive tar.gz. Kedua, kita tinggal meng-ekstraksi paket archive tersebut. Sebelum menginstalasi, akan lebih aman kalau kita membuang dulu semua paket OpenOffice.org versi lama yang ada di sistem Mandriva Linux 2008 agar menghindari crash yang mungkin terjadi. Caranya tentu mudah, kita tinggal masuk ke Mandriva Control Center, bagian Software Management, dan cari paket OpenOffice.org dan buang semua paket OpenOffice.org yang ada. Ketiga, kita masuk ke direktori hasil ekstraksi dan jalankan file setup melalui terminal :



$ su

# ./setup



Akan muncul wizard grafikal yang indah, kita tinggal menekan next dan next! Setelah selesai kita tinggal masuk ke Gnome/KDE Menu dan paket OpenOffice.org 3.0 sudah ada di bagian 'Office'. Kita jalankan salah satunya, dan akan bertemu dengan halaman 'first using welcome screen'. Mengisi akun nama, dan pilihan 'automatic update', 'register/not'. Karena tak ada internet, lebih praktis kita disable 'automatic update' dan juga kita pilih 'I dont want to register'. Sekarang, kita telah mendapati OpenOffice.org 3.0 terinstalasi dengan manis di desktop Mandriva Linux 2008 yang juga elegan dan indah.



Selamat ber-Linux ! ^_^



Give And Take Marketing.

Written By Unknown on Wednesday, 10 June 2009 | 23:56


I was told yesterday that Yahoo had recently upgraded their messenger service for mac users. Was that person happy? No, because after waiting a long time for this improved version to be offered, he discovered that he would have to upgrade his otherwise perfectly adequate computer in order to use it.

I imagine that would be frustrating enough if he had to continue to use the previous software, but I was then told that while launching the new version, Yahoo had decided to make the original obsolete.

Now my friend is I'm sure in the minority of messenger users, but who knows how sizeable a minority? Compelling a frustrated user to become a non-user unless he is prepared to spend a significant amount of money on a hardware upgrade seems to me to be a very perverse act for a non-hardware company to make. I don't see the upside for them. And I know their former user is intent on ensuring they don't have one.

Marketing Mugs.

Written By Unknown on Monday, 8 June 2009 | 15:06


During eleven years of treatment for mental illness, performance artist Bobby Baker created a painting each day. Until August, a selection of them can be seen at The Wellcome Collection in London. They include a brilliant evocation of uncontrollable weeping and are all accompanied by captions such as

Terribly Tiny Dr T wearing her psychiatrist's shoe arriving in her shiny black Saab convertible to save our sanity.

and this one that particularly took my eye.

I drew quite a lot of mugs. I drank a lot of tea.

A nice summary of marketing's true aim. It's not about making your customers drink a lot of tea, it's about making your customers think about mugs which in turn will cause them to drink a lot of tea.

Sebuah Harapan Akan Kemajuan Bangsa

Written By Unknown on Friday, 5 June 2009 | 00:40



Enaknya online! Hanya itu yang bisa saya katakan! Internet (cepat) yang masih mahal dan belum stabil adalah kendala paling fundamental dalam perkembangan IT di negeri kita tercinta ini. Karena masih mahalnya internet, banyak bermunculan penyedia dan distributor DVD repositori beberapa distribusi Linux besar, katakanlah seperti Ubuntu, Fedora, Mandriva dan Zenwalk.



Di luar negeri, bisnis sejenis mungkin kurang laku. Di sana internet cepat sudah bisa di dapat dengan mudah dan cukup murah. Memang luar biasa enak kalau kita sudah online. Kemarin saya coba update repositori di KambingUI, hanya dengan modal hotspot pun, semua terasa sangat mudah sekali. Instalasi codec restricted, instalasi aplikasi dari server ini-itu, semua sangat enak sekali, walau dengan koneksi hotspot yang njrat-njrut tidak stabil. Pokoknya enak sekali kalau sistem sudah online!



Kapan ya internet cepat murah tersedia di negeri tanah kelahiranku tercinta ini? PR untuk pemerintah! ^_^



Lebih Cepat, Lebih Baik

Written By Unknown on Thursday, 4 June 2009 | 23:48





Ini sama sekali bukan iklan, atau latah. Isu antara performance dan appearance dalam komputasi selalu hangat dan selalu ada dua tipe user yang secara ekstrem memilih pendekatan keduanya, kecepatan atau responsivitas sistem dan keindahan interface grafis (desktop) sistem.



Saya sendiri, sebenarnya perfeksionis. Andai bisa, saya sangat mengingikan sebuah sistem dengan interface grafis seindah mungkin dengan kinerja sistem yang cepat dan responsif. Sebenarnya keduanya dapat dicapai, cuma tentu saja dengan upgrade hardware yang lumayan.



Berhubung hardware yang saya punya pas-pasan, saya mencoba menyeimbangkan keduanya. Tema-tema tambahan dari GNOME-LOOK atau UBUNTU-ART sudah sangat mencukupi untuk 'memoles' interface desktop Gnome saya menjadi indah. Sekarang saya tinggal membuat desktop Gnome lebih responsif. Caranya sederhana sekali.



Bagian yang membuat desktop Gnome terasa lambat adalah efek minimize yang menurut ungkapan banyak user 'ugly', atau jelek atau tidak nyaman. Yang jelas, efek minimize Gnome ini terasa desktop menjadi tidak respomsif. Untuk men-disable efek tersebut, sangat mudah. Kita hanya perlu masuk ke editor konfigurasi desktop Gnome (gconf).



Caranya, pertama masuk ke editor konfigurasi gconf-editor, dengan menekan run (Alt+F2), dan ketik 'gconf-editor'. Kedua, masuk ke 'Applications>Metacity>General', kemudian centang pilihan 'reduced_resources'. Terakhir, tutup jendela gconf-editor, dan sekarang desktop Gnome kita terasa lebih responsif tanpa minimize efek (yang 'ugly'). ^_^



Selamat menikmati!



 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Turorial Grapich Design and Blog Design - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger